Suara.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memanggil sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dan meneliti dalam bidang pemilihan umum.
Pemanggilan tersebut bertujuan untuk mendengarkan masukan dari mereka, menyusul putusan Mahkamah Kontitusi yang menolak uji materi terhadap Pasal 167 ayat (3) dan 347 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan oleh Perludem.
"Hari ini kami dialog dengan kawan-kawan masyarakat sipil, dari NGO, termasuk teman-teman peneliti tentang gagasan dan hal-hal lainnya ketika keserentakan ini dilaksanakan. Kita tahu ada enam opsi di putusan MK, termasuk opsi keenam itu keserentakan lainnya sepanjang tetap mempertahankan pemilu Presiden, DPR, dan DPD," kata Bahtiar di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Rabu (4/3/2020).
Pendapat-pendapat dari sejumlah LSM yang bergerak di bidang Pemilu itu nantinya akan didengar oleh Kemendagri dalam memformulasikan pemilihan serentak yang tepat dengan tetap mengacu pada putusan MK yang menyebutkan pemilihan presiden-wakil presiden serta DPR dan DPD tidak bisa dipisahkan. Namun, sejauh ini belum ada keputusan resmi dari Kemendagri.
Baca Juga: Tujuh Parpol Non Parlemen Temui Mendagri, Usul Pemilu 2024 Dipisah
"Hari ini pemerintah posisinya mendengar, kan judulnya saja mendengarkan masukan kawan-kawan. Jadi seluruh masukan-masukan tadi itu nanti kami akan lakukan exercise. Sampai hari ini kami belum mengambil posisi," katanya.
Sementara itu Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan ada sejumlah opsi yang disampaikan dalam dengar pendapat antara LSM dan Kemendagri.
Ia menilai bahwa pemilihan tingkat daerah sebaiknya diselenggarakan usai pemilu tingkat nasional, yakni pemilihan presiden-wakil presiden, DPR dan DPD. Adapun formula tersebut menjadi salah satu dari enam opsi yang disampaikan oleh MK terkait pelaksanaan pemilihan umum serentak.
"Ada beberapa tadi yang berkembang, misalnya kami menyampaikan salah satu yang didorong dan bisa dihitung soal menyelenggarakan pemilu serentak nasional untuk memilih DPR, presiden, dan DPD, dan baru setelahnya melaksanakan pemilu serentak lokal, memilih DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota berbarengan dengan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Itu yang tadi kami sampaikan, tapi juga ada usulan lain dari teman teman, itu banyak sekali," tuturnya.
Untuk diketahui, dalam putusannya MK memperkenankan pemilihan serentak dengan beragam formula dengan catatan, pemilihan presiden-wakil presiden, DPR dan DPP tetap harus dilakukan berbarengan.
Baca Juga: Wahyu Setiawan Terjerat Suap, KPU Siapkan Juknis Bagi Penyelenggara Pemilu
Adapun enam pilihan dalam variasi pelaksanaan pemiluhan serentak yang ikut ditawarkan oleh MK sebagai berikut;
- Pemilihan umum serentak untuk memilih DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan pemilihan DPRD.
- Pemilihan umum serentak untuk memilih DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati/wali kota.
- Pemilihan umum serentak untuk memilih DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, DPRD, gubernur, dan bupati/wali kota.
- Pemilihan umum serentak nasional untuk DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilakukan pemilihan umum serentak lokal untuk memilih DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, pemilihan gubernur, dan bupati/wali kota.
- Pemilihan umum serentak nasional untuk DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak provinsi untuk memilih DPRD provinsi, gubernur, dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilakukan pemilu serentak kabupaten/kota untuk memilih DPRD kab/kota dan memilih bupati/wali kota.
- Pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden.