Suara.com - Mohammad Munazir tiba di Delhi, metropolitan India, puluhan tahun lalu, meninggalkan kemiskinan di kampung halamannya, negara bagian Bihar. Ayahnya bekerja sebagai petani yang mengelola kebun orang lain untuk upah tak seberapa.
Awalnya, seperti jutaan migran miskin lain, ia tinggal di dalam gubuk terpal, di pinggiran ibu kota India yang padat.
Ia bekerja di toko penjilidan buku dan pindah ke Khajuri Khas, lingkungan kumuh di timur laut Delhi, tempat dengan tingkat literasi lebih rendah dari rata-rata nasional.
Ketika toko penjilidan buku itu bangkrut, Munazir memutuskan untuk memulai usaha sendiri. Ia membeli sebuah gerobak, nasi, dan ayam, kemudian mulai berdagang nasi biryani. Bisnisnya sukses.
Baca Juga: Serbuan Coronavirus, Sektor Otomotif India Mulai Terpengaruh
"Saya bagaikan pahlawan, semua orang suka masakan saya," ujarnya seperti dilansir BBC.
Setiap hari, ia memasak 15 kilogram biryani dan mendapatkan hingga 900 rupee (sekitar Rp174.000) untuk jerih payahnya. Akhirnya hidup Munazir mulai membaik.
Sekitar tiga tahun lalu, Munazir dan saudaranya yang bekerja sebagai supir mengumpulkan 2,4 juta rupee dari tabungan mereka dan membeli sebuah rumah — bangunan dua-lantai sederhana di sebuah jalan sempit.
Di setiap lantai terdapat dua kamar sempit tak berjendela, dapur kecil, dan kamar mandi. Bangunan itu terlalu sesak untuk dua keluarga, tapi bagi Munazir dan kakaknya, ia adalah rumah.
Mereka bahkan memasang pendingin ruangan untuk menjaga keluarga mereka tetap nyaman saat musim panas yang lembap di Delhi.
Baca Juga: PM India Narendra Modi Bakal Tutup Akun, Awal Larangan Medsos?
"[Rumah] ini adalah sarang yang akhirnya saya bangun untuk istri dan enam anak saya setelah berjuang seumur hidup saya," kata Munazir. "Ini satu-satunya hal yang inginkan dalam hidup ini, satu-satunya mimpi saya yang menjadi nyata."