Suara.com - Amnesty Internasional Indonesia (AII) menilai penahanan terhadap 6 aktivis Papua yang mengibarkan bendera bintang kejora di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat pada akhir Agustus 2019 lalu adalah bentuk inkonsistensi kepolisian dalam menegakan hukum.
Direktur Eksekutif AII, Usman Hamid mengatakan para mahasiswa Papua pada saat itu sebenarnya sudah melakukan aksi damai dengan prosedur yang benar. Bahkan dikawal dengan baik oleh pihak kepolisian.
"Yang dilakukan oleh terdakwa bukan hal yang melanggar hukum karena itu difasilitasi oleh pihak kepolisian bahkan polisi juga menyediakan makanan kan, di hari itu saya tetap berkesimpulan bahwa pihak kepolisian telah menyelenggarakan tugasnya dengan baik, memastikan bahwa aksi semacam itu berjalan secara damai, supaya pemerintah bisa mengerti apa yang mereka suarakan," kata Usman kepada Suara.com, Rabu (4/3/2020).
Namun, sikap aparat kepolisian berubah ketika para politisi mengkritik kinerja Polri yang dianggap membiarkan bendera bintang kejora berkibar di depan Istana.
Baca Juga: Pelapor Tapol Papua Surya Anta Cs Hanya Bermodal Video di Medsos
Atas tekanan itulah, polisi kemudian menangkap 6 aktivis Papua beberapa hari setelah aksi damai tersebut selesai digelar.
"Yang enggak benar itu setelah itu, tapi itu karena didorong oleh pernyataan elite politik, ini yang menurut saya inkonsisten dengan kewajiban indonesia di bawah hukum internasional yang harusnya menjamin ekspresi semacam ini," ujar Usman.
Dia menyayangkan penangkapan tersebut yang berujung penahanan, Usman menilai seharusnya pemerintah membuka pintu diskusi bukan menjebloskan mereka ke tahanan.
"Itu murni ekspresi politik dan jawabannya bukan kriminalisasi tapi mengajak mereka bicara, mendengarkan kenapa mereka melakukan aksi itu," katanya.
Diketahui, keenam Tapol Papua ini antara lain Ariana Elopere, Dano Anes Tabuni, Suryanta Anta Ginting, Ambrosius Mulait, Charles Kossay dan Issay Wenda.
Baca Juga: Sidang Tapol Papua Ditunda Lagi, Surya Anta: Bukti Aparat Cuma Bisa Tangkap
Mereka didakwa Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang Makar atau Pasal 110 ayat (1) KUHP tentang pemufakatan jahat atas perbuatannya mengibarkan bendera bintang kejora di depan Istana Negara pada 28 Agustus 2019 lalu.