Suara.com - Pelapor tahanan politik Papua, Imam Santoso bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (2/3/2020). Imam melaporkan Surya Anta Ginting cs karena merasa aksi mahasiswa Papua sudah melenceng ke arah tindakan makar.
Dalam persidangan, Imam mengaku tidak mengenal keenam tahanan politik Papua yang ditangkap karena mengibarkan bendera bintang kejora di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat pada (28/8/2019) lalu.
Enam terdakwa tapol Papua yang ditahan adalah Ariana Elopere, Dano Anes Tabuni, Suryanta Anta Ginting, Ambrosius Mulait, Charles Kossay dan Issay Wenda.
Imam mengklaim dirinya tergerak untuk melaporkan Surya Anta Cs ke Polda Metro Jaya karena ia mengaku sebagai Ketua Umum Laskar Merah Putih yang sering berdiskusi masalah Indonesia merasa aksi tersebut sudah melenceng dari tuntutannya dan mengarah ke makar.
Baca Juga: Kementan Memberikan Kredit Usaha Rakyat di Papua Senilai Rp 1 Triliun
Namun dia mengatakan hanya menyaksikan aksi tersebut dari video di media sosial YouTube dan pemberitaan di media massa yang ia baca di kamar indekosnya.
"Sebenarnya saya respect sama mahasiswa Papua bahwa kasus-kasus diskriminasi dan sebagainya itu saya respect, tapi kemudian kok ini merambat ke arah-arah ingin memisahkan diri dan sebagainya, padahal kalau kita kaji founding father kita itu mempertahankan Papua berdarah-darah," kata Imam di PN Jakpus, Senin (2/3/2020).
Imam yang mengaku sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Islam itu kemudian berpindah ke warung kopi depan indekosnya untuk berkumpul bersama teman-temannya mendiskusikan video tersebut.
Dari warkop yang disebut Imam sebagai tempat biasa berkumpul Laskar Merah Putih inilah, Imam memantapkan diri untuk berangkat ke Polda Metro Jaya membuat laporan.
"Saya diskusi dulu sama teman-teman, di komunitas merah putih, di depan kos saya ada warkop, diputuskan di sana," jelasnya.
Baca Juga: Indonesia Marathon Jadi Ajang Promosi PON 2020 Papua
Beberapa hari berikutnya, dia berangkat ke Polda Metro Jaya dan langsung melaporkan aksi mahasiswa Papua ke Polisi