Suara.com - Eks Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Valentinus Suhartono Suratman mengaku sedang berada di Thailand ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus suap dana hibah Kemenpora yang telah menjerat eks Menpora Imam Nahrawi sebagai terdakwa.
Pengakuan itu disampaikan Suhartono saat menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang Imam Nahrawi yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2020).
Saat peristiwa OTT KPK pada medio Desember 2018 lalu, Suhartono mengaku sedang liburan bersama keluarganya ke Thailand. Dia menyangkal ada di lokasi penangkapan.
"Saya di luar negeri di Thailand bersama keluarga, saya mendengar bahwa saudara Hamidy dan Johny Awuy tertangkap tangan oleh KPK," kata Suhartono.
Baca Juga: Lewat Eks Sepri, Nahrawi Bisa Renov Rumah dan Bikin Usaha Butik Sang Istri
Jaksa KPK pun kembali menanyakan apakah kasus menjerat Hamidy dan Johny, Suhartono mengetahui pemberian uang suap kepada orang, yakni Deputi IV Kemenpora, Mulyana; pejabat Pembuat Komitmen pada Kemenpora, Adhi Purnomo; dan staf Kemenpora, Eko Triyanto.
Purnawirawan TNI Angkatan Darat mengklaim tak mengetahui pemberian uang dua koleganya kepada pejabat Kemenpora untuk memuluskan sejumlah proposal dana hibah ke KONI.
"Bahwa saya punya integritas pribadi selama 40 tahun. Selama 40 tahun saya tidak dibiasakan oleh pimpinan saya untuk melakukan hal seperti itu. Jadi apa yang dilakukan oleh pak Hamidy dan pak Johny tanpa sepengetahuan saya," kata dia.
Diketahui, kasus suap yang menjerat Imam Nahrawi merupakan pengembangan dari penyidikan kelima tersangka. Mereka adalah Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara KONI Johny F Awuy, Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana, pejabat Pembuat Komitmen pada Kemenpora Adhi Purnomo, dan Eko Triyanto selaku staf Kemenpora.
Kelimanya pun sudah menjadi terpidana. Dengan vonis hukuman penjara masing -masing.
Baca Juga: Berkas Lengkap, Eks Menpora Imam Nahrawi Segera Disidangkan
Dalam sidang sebelumnya, Imam telah didakwa menerima suap mencapai Rp 11,5 miliar. Uang tersebut untuk memuluskan dua proposal. Pertama, terkait proposal bantuan dana hibah Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Gemes 2018.
Kemudian, proposal dukungan KONI pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun Kegiatan 2018. Sejumlah uang itu, diterima Imam bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum.
Selanjutnya terkait gratifikasi, Imam menerima setidaknya mencapai Rp 8,6 miliar.