Suara.com - Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBTMC-BPPT) mengungkap Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) tak mampu merekayasa cuaca di Jakarta. Khususnya untuk cuaca ekstrem maam ini.
Teknolog itu tidak bisa menjangkau awan-awan hujan di malam hingga dini hari nanti akibat terpengaruh Siklon Ferdinand dan Esther.
"Keterbatasan operasional tim TMC Jabodetabek selama ini hanya bisa melakukan penyemaian pada awan-awan yang tumbuh pada pagi hingga siang menjelang sore," kata Kepala BBTMC-BPPT) Tri Handoko Seto di Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Ia mengatakan Siklon Ferdinand dan Esther berkontribusi terjadinya fenomena ini. Akibatnya hujan kerap terjadi pada malam hingga dini hari atau dikenal sebagai fenomena Nighttime-Morning Precipitation.
Baca Juga: Hadapi Cuaca Ekstrem, BMKG Rapat Khusus Bareng Kepala Daerah se-Indonesia
Menurut Seto, pertimbangan keselamatan penerbangan menjadi prioritas utama sehingga penyemaian awan hanya dilakukan pada saat kondisi visual yang memadai, yaitu rentang waktu setelah terbit matahari hingga menjelang terbenam matahari.
“Mudah-mudahan ke depan, kami berharap armada TMC direvitalisasi agar mampu beroperasi pada malam hari,“ ujar dia.
Dari analisis dan pengamatan dalam beberapa hari terakhir, menurut Seto, pertumbuhan awan pada siang hari tidak cukup banyak dibanding siang hari. Dari semula dua hingga tiga sorti penerbangan, kini TMC dioperasikan dengan melakukan penyemaian 1-2 sorti per hari saja.
Koordinator Lapangan BBTMC-BPPT Posko TMC Halim Perdanakusuma Dwipa W Soehoed mengatakan dalam pelaksanaan TMC, penerbangan dapat mencapai hingga ke Barat dan Barat Laut Jabodetabek (70-90 Nm bahkan >100 Nm) untuk menjatuhkan awan hujan di lokasi tersebut.
Tujuannya potensi pertumbuhan awan yang menuju ke Jabodetabek dihujankan terlebih dulu, ujar dia.
Baca Juga: Cuaca Ekstrem Diprediksi hingga Awal Maret, Waspada Banjir hingga Longsor
Tim TMC juga memantau dari data gradient wind, selain terjadi peningkatan masa udara basah juga tampak massa udara masuk dari perairan pasifik yang kemudian terjadi perlambatan karena pertemuan massa udara dari perairan Samudera Hindia.