Suara.com - Zulia Mahendra, putra sulung Amrozi, pelaku Bom Bali 1 mengaku bertahun-tahun merasa seperti 'sampah'.
Ia dijauhi masyarakat, sulit mencari kerja dan merasakan depresi.
Dilansir dari BBC Indonesia -- Jaringan Suara.com, ada satu momen yang membuat putra Amrozi, salah seorang pelaku Bom Bali 1, menangis. Yakni momen saat melihat anaknya tidur, anak yang selalu dipeluk ketika pulang dan pergi dari rumah untuk mencari nafkah.
Momen yang menimbulkan tekad untuk membesarkan anak dan "berjihad untuk keluarga."
Baca Juga: Dunia yang Hancur, Titik Temu Nasib Anak Korban Bom Bali dan Putra Eks ISIS
Mahendra baru menginjak usia 16 tahun saat ayahnya ditangkap, tak lama setelah Bom Bali 1 pada 12 Oktober 2002.
Usia yang dia sebut "masih mencari jati diri", serta merasa "marah dan terkejut serta tak percaya" bahwa ayahnya termasuk salah seorang pelaku utama di balik serangan terparah di Indonesia dengan 202 korban jiwa itu.
Setelah penangkapan dan eksekusi, Mahendra mengatakan dia bahkan sempat ingin mengikuti dan "melanjutkan apa yang dilakukan bapak".
Pertemuannya dengan putra salah seorang korban Bom Bali 1, Garil Arnandha pertengahan Oktober 2019 menjadi titik balik.
"Satu malam, saya emosional, lagi ingat bapak. Saya lihat anak saya yang pertama tidur. Saat menatap anak saya waktu tidur, saya menangis. Saya harus membahagiakan dia," ceritanya pada Garil.
Baca Juga: Menolak Gabung, Anak Eks ISIS: Mereka Memotong Tangan dan Kaki Saya
"Jangan sampai anak saya bernasib sama seperti saya. Dari apa yang saya jalani, itu sungguh sangat sangat berat. Orang-orang di seputar saya mengucilkan dan saya gak mau nantinya anak saya bernasib sama seperti saya. Saya berusaha mengembalikan agar bisa diterima lagi," imbuhnya.
"Kalau keluar rumah, saya peluk anak. Andaikan saya melakukan hal seperti bapak, anak saya ini peluk siapa?… Itu yang membuat saya sadar. Kuasa Allah," lanjutnya.
Di awal pertemuan dengan Garil serta ibunya Endang Isnanik, Hendra menyampaikan permintaan maaf atas tindakan ayahnya yang menurutnya ikut ia "tanggung sebagai beban".
"Ibu dan Garil, saya anak dari pelaku Bom Bali 1, saya minta maaf yang sebesar-besarnya, mewakili keluarga. Saya juga korban, adik korban, cuma bedanya, ayah saya terlibat di kejadian itu," kata Hendra mengawali pertemuannya.
Ia menyebut dirinya juga sebagai "korban" karena tidak mengetahui apa-apa terkait rencana dan tindakan bapaknya dalam tindak terorisme itu.
Anak Amrozi, pelaku Bom Bali 1 ini juga mengaku sempat ingin meneruskan apa yang dilakukan bapaknya.
Saat itu, Zulia Mahendra bahkan sempat meminta pamannya, Ali Fauzi, untuk belajar membuat bom, namun pamannya menolak.
Zulia Mahendra sempat pula tak mau hormat ke bendera Merah Putih.
"Saya sempat gak mau hormat sama bendera, baru tahun 2017, baru saya bisa sadar" setelah momen melihat anaknya tidur," akunya.