Suara.com - Anggota DPR Fraksi PAN Ali Taher yang menjadi salah satu orang pengusul Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga ikut menanggapi isi Pasal 25 ayat 3 yang mewajibkan istri untuk mengurus rumah tangga.
Menurut Ali, isi pasal tersebut bisa dipandang berbeda. Namun, lanjut dia, aturan mengenai istri wajib mengurus rumah tangga dimaksudkan agar istri dapat memberikan perhatian lebih kepada anak, sebagai seorang ibu.
Sebab, ia menilai, saat ini intensitas pertemuan anak dengan ibu terlampau jarang. Apalagi jika ibu yang sekaligus menjadi istri itu memiliki pekerjaan atau profesi lain di luar menguris rumah tangga.
"Bisa aja perspektif-perspektif itu terjadi, saya tidak menyalahkan itu. Yang paling penting adalah hak asuh anak, intensitas ketemu sosok seorang anak dengan orang tuanya berapa lama sih. Sekarang ini pulang sekolah misalnya anak usia sekolah dasar itu jam 2. Kemudian jam 2 sampai ibu pulang bekerja jam 6-8, jam 7 sampai rumah waktu ini siapa yang menjaga?" kata Ali Taher kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Baca Juga: Timpangnya Kewajiban Suami dan Istri dalam RUU Ketahanan Keluarga
Kendati begitu, Ali Taher tidak melarang istri untuk bekerja, ia tetap mempersilakan. Tetapi, kata dia, dalam persoalan ini, harus ada solusi semacam penitipan anak.
"Silakan saja kerja tapi negara juga harus kuat bahwa dia menyediakan juga semacam kindder care ya tempat penitipan anak atau henna anak-anak juga disediakan. Kalau tidak seperti itu anak diasuh siapa, pengasuh anak di rumah yang menjadi tanggung jawab ibu itu loh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 terkait dengan persoalan perkawinan hak asasi kepada ibu. Bapak adalah kepala rumah tangga, ibu adalah ibu rumah tangga," tutur Ali.
Karena atas pertimbangan dan dasar tersebut, Ali Taher memandang perlu pasal yang mengatur kewajiban istri untuk mengurus rumah tangga. Ia juga tidak ingin jika pasal tersebut disalahartikan sebagai bentuk diskriminasi terhadap gender.
"Jelas itu persoalannya mau menyelamatkan generasi muda yang akan datang nggak nih, anak ini ya. Jangan dianggap sebagai sebuah pelanggaran penistaan atau diskriminasi gender. Tidak begitu karena kebahagiaan keluarga itu bergantung kepada bagaimana ibu," kata Ali.
"Ibu yang memiliki hak asuh terhadap anak ketika tumbuh kembang, harus dilihat, jangan 'oh itu persoalan gender'. Nggak ini bukan persoalan gender, ini persoalan anak," sambungnya.
Baca Juga: RUU Ketahanan Keluarga Wajibkan Istri Urus Rumah, Layani Penuh Hak Suami
Untuk diketahui, Rancangan Undang Undang Ketahanan Keluarga turut serta mengatur mengenai kewajiban suami istri yang terikat di dalam pernikahan sah.