Suara.com - Sedikitnya 250 warga Australia dilaporkan menonton tayangan langsung dari Filipina, berisi rekaman penganiayaan seksual terhadap anak-anak.
Dilansir ABC, Rabu (19/2/2020), sebanyak 256 warga Australia memiliki kaitan dengan 2.700 transaksi keuangan di Filipina. Sebagian besar berusia 50-60 tahunan dan tidak punya catatan kriminal
Badan berwenang di Australia ingin kuasa lebih besar untuk menangkal kasus penganiayaan seksual anak-anak online.
Diketahui, jumlah total uang yang dikeluarkan dari ratusan orang ini mencapai AU$ 1.3 juta, atau kurang dari Rp 13 miliar.
Baca Juga: Gisella Anastasia Sudah Tahu Penyebar Video Porno Mirip Dirinya
Laporan ini diterbitkan Institut Kriminologi Australia (AIC) yang mengumpulkan data mengenai perilaku kriminal online, yang belum pernah ada sebelumnya.
Dalam laporan tersebut, mayoritas warga Australia itu berusia antara 50-60 tahun, dengan disebut sebagai 'turis seks anak-anak lewat webcam.'
Lebih dari separuh di antara mereka tidak memiliki catatan kriminal dan memiliki berbagai latar belakang pekerjaan.
Ada yang bekerja sebagai perawat lansia, tukang kebun, bahkan seorang di antaranya adalah ibu rumah tangga.
AIC mengatakan, berhasil mengumpulkan data dari 2.700 transaksi yang tercatat selama 13 tahun, antara tahun 2006 sampai 2018, yang diberikan oleh Pusat Pelaporan Data Keuangan Australia (AUSTRAC).
Baca Juga: Gawat! Video Porno di Twitter Sulit Diberantas, Ini Alasannya
Data keuangan ini adalah milik warga Australia terkait orang-orang yang ditahan di Filipina karena kasus eksploitasi seksual terhadap anak-anak.
Sejumlah pembayaran untuk menonton anak-anak dianiaya secara seksual itu sekitar Rp 500 ribu.
AIC mengatakan, 'live streaming' penganiayaan seksual terhadap anak-anak "sangat berbeda dengan bahan serupa yang tersedia di internet", karena 'ditayangkan langsung.'
"Para pelaku kadang sengaja sengaja meminta apa yang harus dilakukan terhadap anak-anak tersebut sebelum atau selama tayangan berlangsung," kata laporan tersebut.
Keluar negeri untuk lampiaskan hasrat
Dari 256 warga Australia yang membayar untuk melihat tontonan anak-anak diperlakukan buruk secara seksual, separuhnya menonton lebih dari satu kali.
Laporan AIC dikeluarkan hari Rabu (19/2/2020) bersamaan dengan pidato Kepala Polisi Australia, Reece Kershaw, serta pimpinan AUSTRAC, Nicole Rose, dan kepala AIC, Michael Phelan mengenai usaha memberantas eksploatasi seks terhadap anak-anak.
Pimpinan AUSTRAC mengatakan, Filipina masih menjadi "pusat" tayangan langsung penganiayaan seksual terhadap anak-anaik.
"Ini disebabkan kemiskinan, tingkat penguasaan bahasa Inggris yang tinggi, tingginya kecepatan internet dan bagusnya fasilitas pembayaran lewat internet," kata Nicole.
"Harus menjadi perhatian ada kecenderungan peningkatan warga Australia membayar untuk menonton dan meminta tindakan penganiayaan tertentu."
"Meski para pelaku berusaha menyembunyikan diri dengan tetap berada di rumah, ada juga peningkatan dimana mereka pergi ke luar negeri untuk melampiaskan perilaku seksual," tambahnya.
Ketiga pejabat Australia mendesak adanya peraturan yang lebih ketat mengenai sistem enkripsi online dalam usaha mengejar para pedofil dan penganiaya anak-anak yang berusaha bersembunyi di belantara internet.
"Kita melihat lebih banyak video, anak-anak yang semakin belia, lebih banyak kekerasan, kita melihat adanya pemerkosaan dan penganiayaan anak-anak kita, semuanya untuk kepuasan seksual," kata Commisioner Kershaw.
"Pelaku asal Australia terlibat dalam produksi bahan-bahan ini, mereka bepergian ke daerah yang miskin, dan mengeksploatasi anak-anak yang rentan."
"Mereka menggunakan internet sebagai senjata, mereka menggunakan enkripsi sebagai pedang, dan kerahasiaan sebagai tameng."