Suara.com - Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Zaitun Rasmin dan Tenaga Ahli Utama KSP, Ali Mochtar Ngabalin berdebat panas dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One, Selasa (19/2/2020) malam.
Dalam acara yang bertajuk "Agama Musuh Besar Pancasila?" tersebut, keduanya hadir sebagai narasumber untuk mendiskusikan pernyataan kontroversial Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi.
Awalnya, Ngabalin menuding Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak melakukan tabayyun.
Zaitun Rasmin sangat menyayangkan tudingan Ngabalin ini. Ia mengingatkan agar tidak asal memakai hadis jika tidak tahu dalilnya.
Baca Juga: Karen Idol Menjauh dari Lokasi Autopsi Anaknya, Tak Sanggup Melihat?
"Banyak orang sering keliru, comot hadist tidak tahu dalil itu untuk apa. Inilah yang sebetulnya sangat disayangkan ada orang-orang berani mengatakan manipulator agama," ucap Zaitun Rasmin.
Ia juga menyinggung bahwa banyak orang-orang yang sok pandai sejak dari dahulu. "Saya tidak bilang beliau (Ali Ngabalin). Ini umum," kata Zaitun.
Wasekjen MUI ini merasa heran atas tudingan Ngabalin bahwa MUI tidak tabbayun dalam menanggapi ucapan Kepala BPIP Yudian. Menurutnya, pengertian orang fasik dalam ayat yang dilontarkan Ngabalin keliru.
"Jadi tabbayun itu apa? Salah-salah Pak Ngabalin ini itu telah merendahkan Prof Yudian. 'In ja akum fasiqum', itu orang fasik. Kalau bukan Pak Yudian berarti media. Apa media ini mau dikatakan orang-orang fasik?" ucap Zaitun.
"Inilah kesalahan kita selama ini. Termasuk ada berita yang menyalahkan kami (MUI). Kami gak mau langsung menyalahkan media," imbuhnya.
Baca Juga: Terapi Emsculpt Ashraf Sinclair Bahaya untuk Jantung? Ini Penjelasan Dokter
Zaitun berpendapat zaman keterbukaan ini jangan kemudian menyalahkan media. Sebab, sekarang semua ada rekam jejaknya di internet dan media sosial.
"Jadi, siapa yang fasik di sini? Mohon maaf. Hati-hati pakai ayat. Jadi kalau di sini siapa yang fasik?" kata Zaitun dengan tegas sambil menggebrak meja.
Ucapan Zaitun ini membuat Ngabalin berkomentar. Ia meminta Sekjen MUI menjelaskan siapa yang menurutnya sebagai orang fasik.
Zaitun berbicara, "Tahu tidak asbabun nuzul-nya (sebab-sebab turunnya) ayat itu? Ini masalahnya. Asbabun nuzul-nya ayat itu ada petugas zakat yang dikirim untuk mengambil zakat, tapi dia kemudian bermalas-malasan, datang lapor kepada khalifah, mereka tidak mau bayar zakat, itu yang fasik. Kalau orang memberitakan berita benar mana bisa dikatakan fasik".
"Jadi, kita ini jangan sembarangan pakai dalil. Hati-hati MUI, Muhammadiyah, NU, siapa lagi yang mau kita hargai. Kalau itu tidak sesuai dengan kepentingan kita, kita katakan fasik. Hati-hati ini ulama besar. Kalau anda berani besok kita undang," imbuhnya.
Ngabalin langsung menyahut, "Insya Allah saya siap. Kapan dan dimana saya siap. Eh, jangan main nantang-nantang begitu."
"Mana mungkin MUI, Muhammadiyah, dan NU tiba-tiba dikatakan tidak tabayyun," balas Zaitun.
Keduanya saling melontarkan argumen masing-masing. Sehingga membuat pembawa acara Karni Ilyas menengahi.
Ngabalin bersikeras bahwa dirinya tidak menyebut MUI, Muhammadiyah, dan NU salah dalam menanggapi ucapan Kepala BPIP.
"Dalil yang mau dipakai soal tabbayun apakah sudah baca penggunaan dalil ini? Tidak semua harus tabbayun," kata Zaitun yang kemudian menjelaskan riwayat pemakaian dalil tersebut.
Ia menjelaskan bahwa MUI telah melalui rapat dalam membahas pernyataan Yudian tersebut. Semua anggota MUI, menurut Zaitun, sepakat bahwa pernyataan Yudian bahwa "Agama adalah musuh Pancasila" keliru.