Suara.com - Kapten Destyo Usodo, Pilot Pesawat Batik Air Airbus 330-300 yang mengevakuasi 238 WNI dari pusat virus Corona di Kota Wuhan, Hubei, China, menjadikan pengalaman ini sebagai misi kemanusiaan yang paling istimewa.
Kapten Destyo mengaku dirinya sudah 3 kali melakukan misi kemanusiaan mengevakuasi WNI dari lokasi darurat, pertama saat evakuasi WNI dari Timor Timur saat referendum 1999, dan kedua saat evakuasi WNI dari kerusuhan Ambon 2011.
"Dulu di perusahaan saya sebelumnya, saya diberangkatkan untuk menolong Warga Negara Indonesia di Timor Timur pada saat pemisahan dengan NKRI, lalu kedua waktu kerusuhan di Ambon dan ini yang terakhir ke WNI di Wuhan ini yang paling spesial sih," kata Kapten Destyo saat ditemui di Kemenlu, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2020).
Destyo menuturkan, evakuasi WNI dari Wuhan menjadi istimewa karena bukan daerah konflik melainkan area episentrum penyakit virus corona yang harus melalui strategi evakuasi yang ketat dari segi kesehatan.
Baca Juga: Diangkut Batik Air, Ratusan WNI dari Wuhan Mendarat di Batam
"Karena ini masuk ke area episentrum, lock down yang sangat berbahaya, ini yang menurut saya pengalaman yang paling berkesan," jelasnya.
Ia kemudian bercerita sebenarnya pesawat Batik Air Airbus 330-300 sudah dilengkapi High Efficiency Particulate Arresting (HEPA), artinya 99,7 persen virus apa pun tak akan masuk kabin.
Namun demi pencegahan, dia harus memakai baju itu selama 10 jam, bahkan setengah jam sebelum pintu pesawat dibuka.
"Semuanya harus pakai APD, masker glove sepatu khusus semuanya," terangnya.
Selain itu, misi ini juga terpaksa membuat rencana liburan ayah dari 3 anak ke Thailand dibatalkan, sebab dirinya tidak bisa langsung pulang ke rumah usai mendarat di tanah air, dia dan 42 tim evakuasi lainnya harus mengikuti masa observasi 14 hari di Natuna, Kepulauan Riau.
Baca Juga: Pesawat Batik Air Pengangkut WNI dari Wuhan Bakal Diisolasi di Natuna
"Jadi ya tidak usah dikhawatirkan, untuk masalah cuti ya nanti bisa diatur, tugas negara nomor satu," ucapnya sambil bergurau.
Diketahui, Destyo bersama 18 kru Batik Air, 3 perwakilan Kemenkes, 3 perwakilan Kemenlu, 8 perwakilan tim Kesehatan TNI, dan 10 anggota pengamanan TNI lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada pukul 13.00 WIB.
Mereka mendarat di Bandara Internasional Tianhe, Wuhan pada pukul 18.00 waktu setempat atau sekira pukul 19.00 WIB. Kapten Destyo mengaku kaget melihat bandara Wuhan yang sangat sepi.
"Pada saat itu di luar kondisi masih sangat diluar prediksi kami, saat itu kondisi sepi, semua sepi, dan tidak ada pergerakan pada saat itu, dan pada saat kita landing di bandara itu pun sepi sekali di terminal nyala semua lampu tapi tidak ada pergerakan," ungkapnya.
238 WNI ditambah 5 tim terdahulu dari KBRI (tim aju) yang sudah menunggu untuk diterbangkan pulang ke tanah air baru memasuki pesawat sekitar pukul 02.00 WIB dinihari waktu setempat dan terbang pukul 03.00.
Saat proses boarding, Destyo berinisiatif mengeluarkan secarik kertas dan menuliskan "Ayo Mulih Rek" "We Love You" dan "Wo Ai Ni" yang ditempelkan ke jendela kokpit agar dibaca WNI yang berada di garbatara sebagai penyemangat.
"Salah satu komunikasi yang bisa kita lakukan untuk menyemangati mereka adalah melalui kertas, tulisannya: Ayo Mulih Rek, We Love You, terus ada tulisan China."
Selama penerbangan pulang, Destyo menyebut tak terlalu banyak aktivitas, mereka hanya tertidur hingga ia bangunkan saat akan mendarat di Bandara Hang Nadim, Batam, Minggu (2/2/2020) sekitar pukul 08.30 WIB.
"Ngantuk juga capek ya dari proses evakuasi sampai naik pesawat itu kan hampir seharian jadi masuk pesawat makan sedikit tidur bangun-bangun sudah di Indonesia, terus saya announce 'hei bangun udah mau sampai nih'," lanjut Kapten Destyo.
Sesampainya di Batam, seluruh tim evakuasi dan 238 WNI dari Wuhan langsung diterbangkan kembali ke lokasi observasi di Natuna, Kepri menggunakan pesawat TNI AU yang berada di sampingnya.
Sementara pesawat Batik Air Airbus 330-300 ditahan di Batam Aero Technic untuk diobservasi selama 14 hari demi memastikan tidak ada virus corona COVID-19 yang tersisa di pesawat.
Selama 14 hari di Lanud Raden Sajad, Ranai, Natuna. Destyo bercerita bahwa 42 orang tim evakuasi diobservasi di hanggar yang berbeda dengan 238 WNI dari Wuhan, hanggar mereka hanya berjarak satu landasan pacu pesawat.
"Masih di hanggar, tapi kita beda hanggar ya, beda sama mereka, jadi kita hanya kru TNI AU dan kru Batik Air saja yang ada di hanggar situ, lalu WNI dan pendukung lainnya di hanggar sisi lain, jadi kita dipisah oleh landasan," ungkapnya.
Pria kelahiran Jayapura, 24 desember 1974 itu mengakui sempat merasa kaget dengan kondisi hanggar yang jauh berbeda dengan hotel atau mess yang biasa pilot penerbangan sipil tempati usai terbang.
"kita sedikit kaget karena ini di luar kebiasaan kita sebagai airleners ya, pilot pesawat sipil akhirnya kita bisa beradaptasi dan saling menguatkan," tutupnya.