Suara.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan kalau istilah omnibus law untuk menyederhanakan sejumlah undang-undang itu berasal dari istilah ilmu. Dengan demikian menurutnya istilah omnibus law itu tidak perlu dipersoalkan.
"Istilah Omnibus Law itu tidak usah dipersoalkan. Karena istilah itu adalah istilah ilmu," kata Mahfud di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2020).
"Nama resminya bukan Omnibus Law, tapi sebagai nama ilmu Omnibus Law itu nama di dalam ilmu hukum," sambungnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai regulasi yang ada di tanah air itu terlalu berbelit-belit sehingga merumitkan aturan bagi pemerintah sendiri. Istilah Omnibus Law pun disampaikannya untuk menjelaskan penyederhanaan regulasi itu.
Baca Juga: Seru, Rapat DPR-Pemerintah Soal Kenaikan Iuran BPJS Hujan Interupsi
Mahfud kemudian mengatakan penggunaan istilah Omnibus Law itu hanya untuk memberitahu undang-undang mana yang akan dirampingkan. Sedangkan nama spesifiknya ialah nama undang-undang yang akan dirampingkan. Bahkan ia menyebut kalau penggunaan itu seperti nama obat batuk.
"Omnibus Law itu sebagai nama generik punya nama spesifik yakni RUU perpajakan, RUU cipta kerja, RUU keamanan laut," ujarnya.
"Nah itu nama dari Omnibus Law sebab itu mengatur di dalamnya banyak UU. Sama dengan obat batuk. Obat batuk itu nama generik," sambungnya.
Mantan Ketua MK itu menyebut masih ada sejumlah pihak yang mempertanyakan penggunaan istilah Omnibus Law karena termasuk ke dalam bahasa asing. Menurutnya banyak istilah-istilah hukum dari bahasa asing yang digunakan di Indonesia.
"Nah, bahwa itu kok bahasa asing? Ya kita banyak bahasa asing tuh hukum-hukum kita, misal kata inkracht itu (dari) bahasa asing. Lalu kata antidumping juga bahasa asing. Bahasa asing yang udah diIndonesiakan, enggak apa-apa dipakai dalam pergaulan ilmu," pungkasnya.
Baca Juga: Nagara Institute: 99 Orang dari 575 Anggota DPR Terpapar Dinasti Politik