Suara.com - Kalangan kaum buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dengan tegas menolak Rancangan Undang-undang Omnibus Law atau RUU Cipta Lapangan Kerja. Penolakan ini imbas dari isi RUU setebal 1.000 halaman itu dinilai sangat merugikan buruh.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menganggap wajar penolakan dari kaum buruh dan hal seperti itu biasa-biasa saja.
"Penolakan bagian dari dinamika saya yakin ada solusi," kata Bahlil saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Senin (17/2/2020).
Menurut Bahlil kaum buruh pun sudah diajak berbicara dalam merancang RUU ini. Di mana, kata dia, ada perwakilan buruh dalam pembahasan RUU tersebut.
Baca Juga: Tolak Omnimbus Law: "Dahsyat Pak Jokowi Ingin Miskinkan Kaum Buruh"
"Ini kan sudah dibuka, diberikan kesempatan pada publik termasuk buruh, untuk memberikan masukan terhadap draft UU Omnibus Law," katanya.
Menurut dia, tujuan dari RUU ini salah satu instrumennya untuk tarik invstasi, karena memudahkan perizinan dan tidak berbelit belit, disamping itu dalam RUU ini berbagai intensif juga di tawarkan oleh pemerintah.
Bahlil pun yakin pasti ada titik temu antara pemerintah dan kaum buruh terkait RUU ini, karena menurut dia ketika pemerintah ingin mendatangkan investasi masuk ke Indonesia, investasi tersebut pasti membutuhkan para tenaga kerja.
"Lapangan kerja, investasi butuh tenaga kerja. Dan sebaliknya. Kedua duanya tidak bisa dipisahkan, tinggal kita cari titik temu di mana yang saling untuk mencapai keduanya," kata Bahlil.
Kaum buruh yang tergabung Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) secara tegas menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dibahas lebih lanjut antara DPR dengan pemerintah.
Baca Juga: Buruh Ancam Mogok Kerja, Baleg DPR Janji Hati-hati Bahas Omnibus Law Cilaka
Pasalnya kaum buruh menilai formulasi pengupahan dalam RUU tersebut justru membuat kaum buruh makin miskin.
Deputi Presiden dan Ketua Harian KSPI Muhammad Rusdi mengatakan
RUU Omnimbus Law Cipta Lapangan Kerja akan mengurangi kesejahteraan dan perlindungan kaum buruh Indonesia dan akan menghancurkan masa depan anak bangsa.
"Ada poin-poin penting terkait kebijakan perburuhan yang akan dikurangi yang ini merupakan roh dari kebijakan perburuhan selama ini," kata Rusdi di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Minggu (16/2/2020).
Rusdi bilang poin-poin yang dihilangkan dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja adalah dengan menghilangkan upah minimum, menghilangkan pesangon, membebaskan buruh kontrak dan outsourcing (fleksibilitas pasar kerja), mempermudah masuknya tenaga kerja asing (TKA), menghilangkan jaminan sosial, dan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.
"Nasib buruh akan jauh dari kesejahteraan, Pak Jokowi ingin membuat kebijakan upah minimum dibawah upah minimum, dahsyat Pak Jokowi ingin memiskinkan kaum buruh Indonesia," kata Rusdi.
Dia menambahkan kebijakan pemerintah menerbitkan PP 78/2015 untuk menahan laju kenaikan upah minimum telah berdampak pada turunnya daya beli buruh dan masyarakat. Daya beli yang menurun, lanjut Rusdi, juga terjadi akibat dicabutnya berbagai macam subsidi.
Untuk itu, dalam tuntutannya KSPI meminta agar negara harus hadir dan berpihak dalam melindungi kaum buruh dan masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah.