SETARA Institute Soroti Masalah HAM Tak Jadi Prioritas Jokowi

Senin, 17 Februari 2020 | 07:47 WIB
SETARA Institute Soroti Masalah HAM Tak Jadi Prioritas Jokowi
Direktur Setara Institute Hendardi. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua SETARA Institute Hendardi menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ketika menjelaskan program prioritasnya dalam wawancara khusus dengan BBC. Di mana soal hak asasi manusia (HAM) tidak masuk dalam program prioritas pemerintahan Jokowi untuk periode 2019-2024 melainkan soal peningkatan sumber daya manusia (SDM).

Menurut Hendardi, bahwa pernyataan Jokowi tersebut menunjukkan kalau harapan untuk penuntasan pelanggaran HAM masa lalu serta penyelesaian aksi-aksi intoleransi yang tidak henti-hentinya terjadi di tengah masyarakat pun nyaris pudar. Padahal aksi intoleransi itu terjadi mulai dari sekolah, kampus, hingga ke tingkat aparatur sipil negara, bahkan jajaran TNI/Polri.

"Diletakkannya HAM sebagai bukan agenda prioritas oleh presiden juga menggambarkan bahwa pemerintah tidak memiliki pengetahuan holistik soal HAM," ujar Hendardi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (16/2/2020).

Padahal menurutnya, HAM itu menjadi paradigma untuk bernegara, bukan hanya semata-mata menjadi sebuah kasus atau pelanggaran HAM. Dengan begitu, Jokowi semestinya bisa meletakan HAM menjadi model untuk pembangunan infrastruktur, kebijakan investasi, penguatan SDM dan agenda pembangunan lainnya.

Baca Juga: Jokowi Dilarang ke Kediri karena Mitos Lengser, Begini Kata Roy Suryo

"Dengan pemahaman yang demikian, agenda HAM bisa diintegrasikan dalam seluruh kinerja pemerintahan," ujarnya.

Hendardi mengingatkan bahwa tugas konstitusional memajukan kesejahteraan umum dan melindungi segenap bangsa Indonesia, yang di dalamnya juga memuat jaminan atas keadilan, penanganan pelanggaran HAM dan jaminan kesetaraan dalam beragama atau berkeyakinan bukanlah tugas yang harus dipilih-pilih oleh seorang presiden. Di mana semua tugas konstitusional melekat pada seorang presiden ketika memimpin suatu periode pemerintahan.

Hal tersebut juga yang membuat seorang presiden memiliki kewenangan untuk mengangkat menteri dan kepala badan dalam berbagai bidang agar menjalankan tugasnya secara bersamaan. Dengan begitu menurutnya tidak ada alasan bagi pemerintah menunda tugas-tugas konstitusional tersebut.

"Apalagi, khusus agenda penuntasan pelanggaran HAM masa lalu dan penanganan intoleransi, merupakan agenda yang tertunda pada periode pertama, dimana secara eksplisit termaktub dalam Nawacita Jokowi 2014 silam," tuturnya.

Hendardi menyebut kalau Jokowi memiliki banyak perangkat dan instrumen untuk menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu. Salah satu contoh ialah ketika ada gagasan untuk membentuk Komite Kepresidenan Pengungkapan Kebenaran yang tercantum dalam Nawacita 2014. Kata dia, gagasan itu menjadi model yang paling moderat untuk merintis penuntasan pelanggaran HAM masa lalu.

Baca Juga: Benarkah Jokowi Langsung Lengser Setelah Datang ke Kediri?

Fokus dari komisi tersebut yakni untuk mengungkap kebenaran, tanpa terjebak penyelesaian yudisial atau non yudisial.

Menurutnya apabila komisi tersebut selesai menjalankan tugasnya untuk mengungkap kebenaran, maka proses penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu bisa dilanjutkan dengan cara mendiskusikan makna dan jalan keadilannya.

"Sayangnya, Jokowi justru mengurungkan niatnya pada periode II ini, dengan alasan prioritas kepemimpinanya adalah pemajuan ekonomi-kesejahteraan dan penguatan SDM. Lalu kapan janji penuntasan bidang HAM akan dipenuhi? Sedangkan Jokowi sudah memasuki periode II," ujarnya.

Hendardi juga menyoroti soal penanganan beragam kasus intoleransi. Komitmen yang ditunjukan Jokowi hanya sebatas menjustifikasi tindakan politiknya dengan menunjuk sejumlah menteri yang dianggapnya memiliki kecakapan penanganan intolernasi.

Padahal dalam realitanya, sejumlah menteri dan kepala lembaga atau badan itu tidak memiliki agenda terpadu dan mendasar dalam menangani beragam kasus intoleransi. Hal itu dibuktikan dengan masih banyaknya kasus intoleransi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

"Kepemimpinan Jokowi-Maruf belum genap satu tahun. Jokowi masih punya waktu dan mesti menjawab harapan publik yang setia memberikan dukungan pada periode II dan percaya bahwa janji penuntasan pelanggaran HAM dan intoleransi akan ditunaikan pada periode II ini," imbuh dia.

Untuk diketahui, sebuah wawancara ekslusif dengan Jokowi ditampilkan oleh BBC.com pada Jumat (14/2/2020). Dalam tayangannya, Jokowi ditanya seberapa besar fokus kerjanya kepada situasi hak asasi manusia (HAM), lingkungan, dan demokrasi di samping soal ekonomi dan angka pengangguran.

Saat itu Jokowi menjawab bahwa dalam periode pertama ia fokus kepada pembangunan infrastrukur. Kemudian pada periode kedua kepemimpinannya ia fokus kepada pembangunan SDM.

Akan tetapi untuk soal lain, ia menyebut nanti akan dikerjakan. Hal itu dikatakannya lantaran cara kerjanya yang dipilih yakni untuk fokus pada satu program kerja utamanya.

"Periode pertama saya fokus di infrastruktur periode kedua kita fokus kepada pembangunan sumber daya manusia mungkin nanti setelah itu lingkungan, inovasi, kemudian hak asasi manusia," kata Jokowi.

"Kenapa tidak? Tapi enggak bisa semuanya dikerjakan, bukan tidak mau tetapi saya memang senang kerja fokus, saya senang kerja prioritas," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI