Warga Dua Nagari di Limapuluh Kota Tolak Pembangunan Tol Trans Sumatera

Chandra Iswinarno Suara.Com
Senin, 17 Februari 2020 | 04:25 WIB
Warga Dua Nagari di Limapuluh Kota Tolak Pembangunan Tol Trans Sumatera
Ruas tol Trans Sumatera terlihat dari udara di Lampung, Rabu (2/1). [ANTARA FOTO/Wahyu Putro]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) seksi atau Jalur IV Payakumbuh-Pangkalan mendapat penolakan dari warga dua nagari yang berada di Kabupaten Limapuluh Kota Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).

Penolakan tersebut dilakukan dua warga dari Nagari Taeh Baru dan Nagari Koto Baru Simalanggang.

"Meski menolak pembangunan jalan melewati kampung mereka, namun bukan berarti warga di dua nagari tersebut anti terhadap pembangunan," tulis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Sumbar berdasarkan keterangan pers yang diterima Covesia-jaringan Suara.com pada Minggu (16/2/2020).

Seorang Ninik Mamak Nagari Taeh Baru, Maspendrial Datuk Pobo menjelaskan, keberatan disampaikan karena rencana pembangunan jalan tol persis di wilayah kawasan padat penduduk. Dia mencatat, ada 20 rumah yang dihuni 30 Kepala Keluarga (KK) dan terpaksa dihancurkan akibat adanya pembangunan jalan tol itu.

Baca Juga: Tekan Angka Kecelakaan, HK Beri Buku Panduan Mudik di Tol Trans Sumatera

Selain itu, pembangunan jalan tol juga melintasi lahan produktif, pemakaman umum, dan tempat pertemuan warga.

"Rata-rata lahan yang akan dibangun jalan tol tersebut merupakan tanah milik bersama atau kaum yang tidak dapat dijual atas persetujuan satu kepala keluarga saja dan pembangunan jalan tol tersebut," ujarnya.

Sikap serupa juga disampaikan masyarakat Nagari Koto Baru Simalanggang. Seorang tokoh masyarakat Jasriman mengatakan, pihak perencana pembangunan telah melakukan pematokan rencana rute pembangunan tanpa sepengetahuan warga. Akibatnya, jalan tol yang melewati nagari mengakibatkan 30 rumah hancur. Padahal, 30 rumah tersebut tersebut dihuni oleh 90 KK.

"Kami berharap pembangunan jalan tol dipindahkan pada daerah yang tidak padat penduduk dan lahan yang tidak produktif karena jika tetap dipaksakan pembangunan jalan tol tersebut di nagari kami, akan menimbulkan masalah baru di tengah-tengah masyarakat," ujarnya pula.

Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Sumbar Yoni Candra mengatakan pihak penanggungjawab dan pelakasana harus sesegara mungkin mengevaluasi rencana pembangunan jalan tol tersebut.

"Dan jangan sekali-kali melakukan paksaan dengan mengunakan kekerasan dalam bentuk apa pun terhadap warga yang menolak pembangunan jalan tol yang melewati lahan mereka seperti yang terjadi beberapa tempat seperti Pulau Jawa dan beberapa jalur di Pulau Sumatera," katanya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Akan Resmikan 3 Ruas Tol Trans Sumatera

Yoni mengemukakan, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk memaksakan kehendak terhadap masyarakat yang menolak.

"Karena jelas, jika salah satu alasan pemerintah membangun jalan tol untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi tentu tidak menghilangkan tempat tinggal dan sumber ekonomi masyarakat," ujarnya.

Pembangunan JTTS yang menghubungkan Provinsi Sumbar dengan Provinsi Riau atau yang juga disebut Tol Padang-Pekanbaru yang melewati beberapa kabupaten dan kota di dua provinsi tersebut. Rencananya, jalan tol yang dibangun sepanjang 255 kilometer dan terbagi 6 seksi, terdiri atas 5 seksi di Sumbar dan 1 seksi di Riau.

Rinciannya, seksi I Padang-Sicicin, seksi II Sicicin-Bukittinggi, Seksi III Bukittingi-Payakumbuh, seksi IV Payakumbuh-Pangkalan, seksi V Pangkalan-Bangkinang, dan seksi VI Bangkinang Pekanbaru.

Berdasarkan keterangan pers yang diterima Covesia dari Walhi Sumbar, hampir seluruh seksi atau jalur tersebut masih menuai penolakan dari warga mulai dari jalur yang dilewati merupakan kawasan padat penduduk, lahan produktif, tanah ulayat, dan nilai ganti rugi yang tidak sebanding dengan nilai tanah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI