Suara.com - Presiden Joko Widodo alias Jokowi berpendapat bahwa setiap Warga Negara Indonesia berhak menjadi pemimpin negara suatu saat nanti, tak terkecuali bagi warga non-muslim.
Menurut Jokowi, dalam demokrasi di Indonesia, rakyat merupakan pemegang suara mutlak, sehingga semua orang yang dipilih rakyat bisa menjadi presiden tanpa melihat latar belakangnya.
"Ya, kenapa tidak? Kalau rakyat menghendaki. Ini demokrasi. Kalau rakyat menghendaki kenapa tidak? Dicoba dulu saja, rakyat menghendaki atau tidak," kata Jokowi dalam wawancara eksklusif dengan bbc- -jaringan Suara.com- di Candi Prambanan, Yogyakarta, Selasa (12/2/2020).
Dia kemudian mencontohkan pengalamannya saat menjadi Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta, wakilnya saat itu beragama Kristiani.
Baca Juga: Jokowi: Prioritas Saya Infrastruktur dan SDM, Lingkungan Sama HAM Nanti
"Di beberapa daerah juga ada gubernur non-Muslim, bupati, walikota non-Muslim juga ada. Kenapa tidak? Saya dulu wakil walikota di Solo juga Katolik. Di Jakarta juga sama, wakil gubernur saya Kristen, tidak ada masalah. Buat saya tidak ada masalah," tegasnya.
Namun, bagi Jokowi, seorang pemimpin daerah atau negara yang terpenting adalah tidak memanfaatkan kepentingan agama dalam kepentingan politik.
"Ini yang mulai harus kita sampaikan edukasi ke masyarakat agar tidak para politikus itu menggunakan agama sebagai permainan politik," tutup Jokowi.
Diketahui, Jokowi pernah berdampingan dengan dua wakil yang beragama non-muslim; F.X. Hadi Rudyatmo di Solo dan Basuki Tjahaja Purnama di Jakarta.
Menilik pada aturannya, dalam Pasal 6 UUD 1945 dan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2014 tentang persyaratan menjadi capres dan cawapres tidak ada ketentuan yang mewajibkan presiden dan wakil presiden harus beragama Islam.
Baca Juga: Jokowi Jawab Kritikan Soal Dampak Lingkungan Pembangunan Ibu Kota Baru