Suara.com - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menuai reaksi penonton setelah menyanggah pernyataan anggota DPR Fadli Zon terkait wacana pemulangan WNI eks ISIS.
Bermula ketika Fadli Zon menyinggung pernyataan pemerintah, melalui Menkopolhukam Mahfud MD, yang mempertimbangkan untuk memulangkan anak-anak WNI eks ISIS dengan kondisi tertentu.
Berkaitan dengan pernyataan itu, Fadli Zon menilai pemerintah belum memberikan keputusan final yang detail terkait wacana pemulangan WNI eks ISIS, salah satunya anak-anak dengan kasus tertentu.
"Saya kira pemerintah rasanya belum memberikan keputusan final yang detail, misalnya tadi ada anak-anak. Artinya ada (kemungkinan)," ujar Fadli Zon seperti dikutip Suara.com dari tayangan Mata Najwa bertajuk "Menangkis ISIS" pada Rabu (12/2/2020).
Baca Juga: AII: Pemerintah Tak Mau Menjemput Tapi Jangan Halangi WNI Eks ISIS Pulang
Pernyataan itu ditanggapi juru bicara Presiden Joko Widodo alias Jokowi, Fadjroel Rachman. Dia mengatakan, yang diperbolehkan untuk dipulangkan adalah anak-anak di bawah 10 tahun, bukan di atas itu.
"Tidak (keputusan) itu sudah final. (Anak-anak) itu untuk pertimbangan kemanusiaannya, tapi tidak untuk mereka yang di atas itu (di atas usia 10 tahun)," kata Fadjroel Rachman.
Kendati begitu, Fadli Zon menilai hal tersebut masih bisa menjadi peluang untuk mengubah sikap pemerintah. Fadli Zon meminta pemerintah untuk melihat hal tersebut kasus per kasus.
"Hal itu menunjukkan masih ada ruang untuk memberikan masukan-masukan juga kepada pemerintah, bahwa lihat dong gini kasus per kasus," kata Fadli Zon.
Hikmahanto Juwana lantas memberikan argumen terhadap Fadli Zon terkait alasan WNI eks ISIS tidak perlu dipulangkan. Menurut dia, ada pembiaran dari Indonesia jika masih menganggap mereka adalah WNI.
Baca Juga: Tak Dipulangkan ke Indonesia, Istana: Ratusan Eks ISIS Berstatus Stateless
"Kalau kita masih menganggap mereka (eks ISIS) WNI, berarti kita membiarkan warga negara kita di luar negeri untuk menyerang pemerintahan yang sah, yakni Irak dan Suriah. Itu tidak mungkin," ujar Hikmahanto.