Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji formil dan materil Undang -Undang Nomor 19 Tahun 2019 atas perubahan UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Rabu (12//2/2020).
Adapun agenda sidang ini adalah mendengarkan keterangan ahli dari pihak pemohon Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Dalam perkara bernomor 70/PUU-XVII/2019 itu, pemohon menghadirkan mantan komisioner KPK Busyro Muqoddas (BM) dan Ridwan selaku ahli hukum administrasi dari Universitas Islam Indonesia (UII).
Dalam keterangannya, mantan komisioner KPK, Busyro Muqodas menyebut bahwa UU KPK hasil revisi nomor 19 tahun 2019 sangat tidak berlandaskan dengan UUD 1945.
"Undang-undang KPK hasil revisi. Hakekatnya perwujudan dari inkonstitusionalitas yang konkrit," kata Busyro dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Rabu (12/2/2020).
Baca Juga: MK: UU KPK Paling Banyak Digugat
Apalagi, kata Buysro, UU KPK hasil revisi juga sangat janggal dengan pembahasan yang cukup cepat di DPR sebelum disahkan oleh pemerintah.
"Sudah nampak jelas UU KPK hasil revisi. Bukan hanya substansi. Proses di DPR juga sangat kilat, lima hari cepat sekali selesai. Hakekatnya perwujudan dari inkonstitusonal yang konkrit," ujar Busyro dalam kesaksiannya.
Buysro menyebut ketika UU KPK lama mulai digemborkan akan direvisi oleh DPR sejak November 2019 lalu hingga disahkan pada 17 September 2019, ternyata banyak pegawai KPK yang memilih mengundurkan diri.
"Saya menyampaikan kurang lebih bulan November UU KPK akan direvisi sampai dengan Januari ini. Sudah ada sekitar 30 pegawai KPK keluar," ungkap Busyro.
Menurut dia, sejumlah pegawai KPK mengundurkan diri dengan berbagai alasan. Lebih banyak terkait independensi komisi antirasuah itu yang dianggap semakin melemah setelah UU KPK hasil revisi.
Baca Juga: UU KPK Baru Melemahkan, Dewas KPK Minta Publik Terus Mengawasi
"Sejumlah alasan bisa didengar mereka sudah tidak tahan lagi dengan suasana. Ketika independensi sudah dirasakan sangat terganggu," imbuh Buysro.