Jika WNI Eks ISIS Dipulangkan ke Indonesia, Ini 6 Potensi yang Bisa Terjadi

Dany Garjito Suara.Com
Senin, 10 Februari 2020 | 17:49 WIB
Jika WNI Eks ISIS Dipulangkan ke Indonesia, Ini 6 Potensi yang Bisa Terjadi
anggota ISIS yang menyerah setelah kekhalifahan mereka kalah.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - WNI eks ISIS tidak dipulangkan memiliki potensi ancaman. Namun bukan berarti jika pemerintah kemudian memutuskan untuk memulangkan WNI eks ISIS ke Indonesia potensi ancaman menghilang.

Pemerintah tengah menyiapkan dua draf terkait keputusan apakah menerima atau menolak kepulangan WNI eks ISIS dari Timur Tengah. Draf tersebut diperkirakan selesai antara April atau Mei 2020.

Dari dua draf tersebut, Presiden Joko Widodo baru dapat mengambil keputusan setelah melalui pertimbangan atas dua pilihan.

Terkait keputusan pemerintah yang dinilai lama tersebut, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan bahwa pemerintah membutuhkan waktu. Sehingga, lanjut dia, dalam mempertimbangkan keputusannya nanti, pemerintah tidak bisa didesak oleh siapapun.

Baca Juga: WNI Eks ISIS Tak Dipulangkan? Ini 5 Potensi Ancaman yang Patut Diwaspadai

"Jadi maksud saya, biarlah ini menjadi pembahasan tingkat pemerintah sehingga mohon maaf tidak boleh ada orang yang desak-desak pemerintah untuk urusan ini. Nanti kalau mau dibahas ya dibahas, kalau tidak ya juga tidak apasih," kata Ngabalin dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2020).

Terkait wacana pemulangan WNI eks ISIS, kali ini Suara.com merangkum potensi yang patut diwaspadai jika WNI eks ISIS dipulangkan ke Indonesia.

Berikut daftarnya!

1. Pemerintah belum memiliki kemampuan mendeteksi ideologi seseorang

Ilustrasi ISIS [shutterstock]
Ilustrasi ISIS [shutterstock]

Ridlwan Habib selaku pengamat pengamat terorisme menyoroti kelemahan pemerintah jika memutuskan untuk memulangkan WNI eks ISIS ke Indonesia.

Baca Juga: Soal WNI Eks ISIS, Ganjar Menolak, Ridwan Kamil Siap Menerima Asal Insaf

Kelemahan pemerintah lantaran belum memiliki kemampuan mendeteksi ideologi seseorang dengan penilaian yang objektif.

"Kalau dipulangkan ada lebih dari dua, pertama, Indonesia belum punya prosedur deteksi ideologi. Yang saya maksud prosedur deteksi ideologi adalah kita tidak bisa melihat secara objektif seseorang ini sudah sembuh secara ideologi atau belum," ujar Ridlwan.

2. Paham-paham radikalisme dari kombatan ISIS berpotensi kambuh

Imbas dari prosedur deteksi ideologi yang belum siap ini adalah kambuhnya paham-paham radikalisme dari kombatan ISIS.

Ridlwan mengatakan jika pemerintah memilih memulangkan semua WNI eks ISIS ialah adanya kelemahan pemerintah lantaran belum memiliki kemampuan mendeteksi ideologi seseorang dengan penilaian yang objektif. Risiko berikutnya, yakni potensi kambuhnya paham-paham radikalisme dari mereka para kombatan ISIS.

3. Memulangkan wanita dan anak-anak eks ISIS bisa jadi opsi, namun...

Salah satu opsi yang dikemukakan Ridlwan Habib terkait wacana pemulangan WNI eks ISIS adalah selektif membawa pulang wanita lemah dan anak-anak.

"Ketiga, selektif membawa pulang tetapi selektif hanya wanita lemah dan anak-anak, dan itu juga harus dalam pertimbangan bahwa mereka yang dibawa pulang sudah melewati proses identifikasi proses screening, proses wawancara, form bahwa mereka adalah bagian dari WNI," kata Ridlwan dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2020).

Opsi ini juga memiliki risiko.

Ridlwan mengatakan bahwa wanita dewasa juga memiliki risiko sama militannya dengan laki-laki, bahkan bisa lebih militan.

"Anak-anak ini bisa, anak-anak ini walaupun kata Pak Ngabalin butuh tiga tahun tapi mereka masih bisa ditulis ulang, masih bisa kemudian dengan konseling psikologis tertentu mereka masih bisa diperbaiki. Tapi kalau kemudian posisinya wanita dewasa yang tidak lemah mereka juga sama militannya dengan laki-laki bahkan lebih militan," kata Ridlwan.

4. Membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan WNI eks ISIS, dan tidak ada jaminan berhasil

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin. [Suara.com/Ari Purnomo]
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin. [Suara.com/Ari Purnomo]

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan perlu jangka waktu yang lama untuk mengembalikan paham dan ideologi para WNI eks ISIS jika mereka akhirnya diperbolehkan pulang.

Berdasarkan keterangan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ngabalin menyebut butuh waktu sekitar tiga tahun untuk memulihkan paham para WNI eks ISIS untuk kembali berideologi Pancasila dan mengakui NKRI.

"Anak-anak saja saya kasih tahu, menurut keterangan BNPT, itu membutuhkan waktu 3 tahun 8 bulan untuk memulihkan kembali mereka. Menghidupkan kembali ideologi Pancasila, bisa menyanyikan kembali lagu Indonesia itu membutuhkan 3 tahun 8 bulan. Apalagi ini menyangkut ideologi, menyangkut aqidah," ujar Ngabalin dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2020).

Karena sudah menyangkut masalah ideologi dan aqidah itu pula maka Ngabalin berpendapat yang bisa mengubah dana mengembalikan pemahaman WNI eks ISIS nantinya hanya Tuhan.

"Kalau orang sudah menyebutkan negara Indonesia itu togut misalnya, itu adalah masalah aqidah. Kalau dia sudah menyebut pemerintahan ini kafir, zalim dan merobek serta membakar paspor, saya bilang ini masalah ideologi. Karena kedua urusan itulah maka yang bisa memulihkannya hanyalah Allah SWT," tutur Ngabalin.

5. Penjara justru berpotensi menjadi tempat radikalisasi

Dalam publikasi yang dirilis European Council on Foreign Relations (ecfr.eu) tentang 'Beyond good and evil: Why Europe should bring ISIS foreign fighters home' atau 'Alasan Kenapa Eropa Harus Memulangkan Kombatan ISIS' (--red) terdapat opsi pemerintah Eropa dapat melakukan persekusi dengan memenjarakan Foreign Fighter (dari negara lain--red).

Namun dalam hal ini ditemukan fakta lain bahwa terdapat kombatan dalam jumlah yang signifikan malah dicuci otak di dalam penjara.

Contohnya adalah Mehdi Nemmouche, kombatan dari Prancis yang membunuh empat orang di Jewish Museum di Brussels pada tahun 2014 dilaporkan diradikalisasi dari dalam bilik penjara.

6. Berpotensi jadi bomber ISIS

Seperti diberitakan sebelumnya, pasutri WNI malah jadi bomber ISIS di Filipina, usai ikut deradikalisasi.

Keberadaan pasangan suami istri pengebom bunuh diri ISIS asal Indonesia, Ruille Zeke dan Ulfa masih samar.

Baca selengkapnya: Usai Ikut Deradikalisasi, Pasutri WNI Malah Jadi Bomber ISIS di Filipina 

Padahal, keduanya sempat menjalani program deradikalisasi pascadideportasi ke Tanah Air.

Belakangan, pasangan ini diketahui meninggalkan Indonesia lagi dan menuju Filipina untuk dilatih ISIS.

Koresponden Timur Tengah BBC, Quentin Sommerville melakukan penelusuran mencari jejak Ruille Zeke dan Ulfa dari Turki, Indonesia hingga Filipina.

Laporan Sommerville ini disampaikan dalam video yang diunggah ke kanal YouTube BBC News Indonesia, Kamis (6/2/2020).

"Suami istri pengebom bunuh diri, Ruille Zeke dan Ulfa bersembunyi di sini (Turki) selama beberapa bulan, setelah mereka gagal masuk ke Suriah," kata Quentin.

"Tapi halangan itu tidak menyurutkan niat kedua orang ini. Mereka gagal menjadi martir di Suriah sebagai gantinya, mereka mencoba di wilayah yang lebih dekat ke negara asal," imbuhnya.

Setelah rumah perlindungan mereka di Turki dirazia, Ruille Zeke dan Ulfa dikembalikan ke Indonesia.

Selama di Tanah Air, keduanya menjalani program deradikalisasi. Namun setelah program itu berakhir, Ruille dan Ulfa pergi ke Malaysia, di mana mereka kembali terkoneksi dengan ISIS.

Itulah enam potensi yang patut diwaspadai jika WNI eks ISIS dipulangkan ke Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI