Suara.com - Keberadaan pasangan suami istri pengebom bunuh diri ISIS asal Indonesia, Ruille Zeke dan Ulfa masih samar.
Padahal, keduanya sempat menjalani program deradikalisasi pascadideportasi ke Tanah Air.
Belakangan, pasangan ini diketahui meninggalkan Indonesia lagi dan menuju Filipina untuk dilatih ISIS.
Koresponden Timur Tengah BBC, Quentin Sommerville melakukan penelusuran mencari jejak Ruille Zeke dan Ulfa dari Turki, Indonesia hingga Filipina.
Baca Juga: Pemobil yang Cekik Polisi di Tol Angke Bawa Pisau dan Setrum
Laporan Sommerville ini disampaikan dalam video yang diunggah ke kanal YouTube BBC News Indonesia, Kamis (6/2/2020).
"Suami istri pengebom bunuh diri, Ruille Zeke dan Ulfa bersembunyi di sini (Turki) selama beberapa bulan, setelah mereka gagal masuk ke Suriah," kata Quentin.
"Tapi halangan itu tidak menyurutkan niat kedua orang ini. Mereka gagal menjadi martir di Suriah sebagai gantinya, mereka mencoba di wilayah yang lebih dekat ke negara asal," imbuhnya.
Setelah rumah perlindungan mereka di Turki dirazia, Ruille Zeke dan Ulfa dikembalikan ke Indonesia.
Selama di Tanah Air, keduanya menjalani program deradikalisasi. Namun setelah program itu berakhir, Ruille dan Ulfa pergi ke Malaysia, di mana mereka kembali terkoneksi dengan ISIS.
Baca Juga: Terlalu Seksi saat Bonceng 'Jokowi', Jessica Iskandar Disuruh Ganti Baju
Konselor pusat rehabilitasi Handyani untuk program deradikalisasi di Indonesia, Sri Musfiah sempat membina Ruille dan Ulfa.
Ia bahkan menyebut pasangan suami istri ini cukup kooperatif selama mengikuti program.
"Cukup kaget kami ada informasi seperti itu. Kami dihubungi melalui WhatsApp bahwa beliau berdua itu melakukan bom bunuh diri. Jadi tidak menyangka karena di sini sudah cukup baik, cukup kooperatif bahkan dari yang lain," ucap Musfiah.
Musfiah tidak bisa menjamin mantan kombatan yang sudah mengikuti program deradikalisasi bisa sepenuhnya bersih dan tidak melakukan aksi teror kembali.
"Kami tidak bisa menjamin," jawab Musfiah kepada Quentin.
Reporter BBC kemudian menemui mantan ekstremis, Sofyan Tsauri yang juga mengenal Ruille dan Ulfa saat di pusat rehabilitasi.
Sofyan menolak wacana membawa pulang kembali warga negara Indonesia (WNI ) pendukung ISIS ke tanah air.
"Menurut saya, itu berisiko dan harus dipikir ulang dan saya termasuk yang tidak setuju kalau mereka masuk ke Indonesia," kata Sofyan.
Menurut Sofyan, membawa kembali pendukung ISIS ke Indonesia akan menjadi masalah sebab mereka termasuk orang-orang yang tidak bisa dipercaya.
Sofyan menuturkan, terdapat beberapa tempat favorit bagi kalangan jihadis setelah kematian pemimpin ISIS Abu Bakar Al-Baghdadi.
"Pertama adalah memang Filipina untuk kawasan Asia Tenggara, yang kedua mereka juga mulai membuka front dan jalur untuk ke Afghanistan atau disebut dengan Khorasan dan itu seperti ada pembiaran," ungkapnya.
Belakangan, Ruille dan Ulfa kabarnya melanjutkan perjalanan ke Filipina untuk menjalankan perintah ISIS.
Menurut penjelasan BBC, keduanya berada di sebuah pulau kecil bernama Sulu di Mindanao. Wilayah itu dikenal dengan Region Otonomi Muslim Mindanao yang berbatasan dengan Kalimantan.
"Kesulitan yang mereka hadapi saat berada di Turki semakin memperkuat komitmen kepada ISIS," kata Quentin.
"Hutan-hutan lebat yang tidak terawasi di Mindanao, di selatan Filipina adalah tujuan Ruille dan Ulfa selanjutnya. Di sinilah mereka menjadi martir dan pembunuh massal," imbuhnya.