Perayaan HPN kekinian masih menjadi polemik. Sebab, tidak semua komunitas pers setuju terhadap tanggal Hari Pers Nasional.
Kelompok yang pro HPN pada 9 Februari adalah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Sementara Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), tidak menyepakati tanggal tersebut.
Sejumlah kalangan menilai tanggal 9 Februari tidak tepat ditetapkan sebagai HPN, sehingga harus diluruskan.
Baca Juga: AJI-IJTI: Usulan Revisi HPN Perlu Disikapi Proporsional
HPN selama ini mengacu pada hari lahir PWI yang ditetapkan oleh Presiden Soeharto—penguasa Orde Baru yang menindas pers—melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985.
Pada era itu, PWI adalah satu-satunya organisasi wartawan yang diakui dan diizinkan oleh pemerintah.
Semasa Orba berkuasa, PWI menjadi kepanjangan tangan pemerintah yang otoriter. Di tangan Soeharto selama 32 tahun, pers dikekang dan tidak ada kebebasan.
Pada akhir-akhir masa pemerintahan Soeharto, PWI memaklumi pembredelan sejumlah media.
Kapan hari yang tepat sebagai HPN?
Baca Juga: AJI Indonesia dan IJTI Minta Ubah Tanggal HPN Jadi 23 September
Sejarawan senior, Asvi Warman Adam berpandangan hari pers nasional harus berdasarkan peristiwa yang bisa dipertanggungjawabkan sebagai tonggak pers Indonesia. Hal itu disampaikan Asvi kepada Suara.com beberapa waktu lalu.