Suara.com - Seorang pekerja krematorium di Caidan, di pinggiran kota Wuhan mengklaim bahwa rumah duka tempatnya bekerja telah mengkremasi 100 mayat setiap hari.
Sejak virus corona menewaskan ratusan orang, ia juga menyebut telah bekerja selama seminggu penuh tanpa istirahat.
Klaim ini cukup mengganggu. Sebab pemerintah China, saat pengakuan itu mencuat ke publik, melaporkan korban tewas virus corona masih di bawah 500 orang.
Disadur dari Daily Star, Sabtu (8/2/2020), para pekerja krematorium di Wuhan mengaku bekerja tanpa istirahat karena terus-menerus mengirim mayat para korban virus corona.
Baca Juga: Absen di BATC 2020 Jadi Keuntungan untuk Ganda Campuran Indonesia
Pekerja hanya bisa istirahat dengan duduk di kursi dan tidur siang ketika ada kesempatan.
Mereka telah membakar 100 mayat setiap hari sejak 28 Januari. Para pekerja krematorium memakai pakaian pelindung dan masker ketika mengurus jenazah korban virus.
Pekerja bernama Yun, mengungkapkan jam kerjanya ditambah sejak jumlah korban meninggal akibat virus korona terus meningkat.
"90 persen karyawan kami bekerja 24/7...kami tidak bisa kembali ke rumah," kata Yun.
Ia mengatakan, "Semua kamar kremasi Wuhan bekerja 24 jam. Kami benar-benar membutuhkan lebih banyak tenaga kerja".
Baca Juga: Diguyur Hujan Semalaman, Cempaka Putih Terendam Banjir
Hal ini terjadi setelah media pemerintah China mengeluarkan dekrit yang melarang pemakaman bagi para korban meninggal virus corona. Pemerintah menghimbau untuk langsung kremasi mayat para korban.
Klaim dari pekerja krematorium ini membuat spekulasi bahwa Partai Komunis China telah menutupi jumlah korban tewas akibat virus corona. Dengan kata lain, muncul tudingan bahwa pemerintah mengecilkan jumlah korban.
Krematorium tersebut mengambil mayat dari Rumah Sakit Tongji Wuhan, Rumah Sakit No. 13 Wuhan, Rumah Sakit Huoshenshan yang baru dibangun, dan rumah sakit kecil lainnya.
Yun mengaku telah berbicara dengan pekerja krematorium lain, semuanya juga dalam situasi yang sama.
Dia berkata, "Setiap hari, kita membutuhkan setidaknya 100 kantong mayat. Kita tidak bisa berhenti karena kita tidak bisa meninggalkan tubuh di luar untuk waktu yang lama".
“Bagi yang memindahkan jasad, kita tidak makan atau minum dalam waktu lama untuk menjaga jas pelindung, karena kita harus melepas jas pelindung ketika makan, minum, atau pergi ke kamar mandi. Jas pelindung tidak bisa dipakai lagi setelah digunakan," imbuhnya.
Pekerja lain mengatakan, “Semua staf pria di rumah duka kami mengambil dan memindahkan mayat sekarang, dan staf wanita menjawab telepon, mendisinfeksi rumah duka, dan sebagainya. Kami bekerja 24 jam. Kami sangat lelah".
Dia mengklaim mereka tidak memiliki peralatan yang tepat untuk mendisinfeksi fasilitas itu. Mereka harus mengenakan dua lapis sarung tangan karena tidak memiliki sarung tangan karet, dan pakai kacamata renang.
Dia berkata, “Kami berada di ambang kehancuran. Kami benar-benar membutuhkan bantuan. "
Bersamaan dengan klaim dari para pekerja krematorium ini muncul juga video kabut misterius di atas Wuhan.
Video tersebut mengarah ke spekulasi bahwa itu mungkin asap dari krematorium yang terlalu banyak membakar mayat korban virus corona.
Menurut Daily Star, para ahli mengatakan kekurangan data definitif untuk mengatakan seberapa mematikan virus korona - dengan laporan lebih dari 20.000 kasus di seluruh dunia.
New York Times melaporkan, penduduk di Wuhan sekarang tidak percaya angka resmi kematian korban yang dikeluarkan oleh pemerintah China.
Dikatakan, bahwa orang-orang dengan gejala virus corona banyak ditolak oleh rumah sakit dengan alasan kewalahan. Sistem perawatan kesehatan dilaporkan benar-benar kewalahan, dengan dokter juga mengalami kekurangan alat uji.
Pihak berwenang China mengancam akan menangkap orang-orang yang menyebarkan informasi "tidak resmi" tentang virus corona.