Kemudian satu tahun kemudan, atau tepatnya 7 Desember 2019 perusahaan kata Yani, memaksakan penambangan dengan mendatangkan satu unit excavator untuk melakukan penambangan.
Perwakilan perusahaan ketika itu menunjukkan surat izin tambang yang sejak awal tidak pernah mendapatkan persetujuan warga sekaligus melakukan penambangan batu andesit hingga 20 sampai 25 truk per hari.
Selanjutnya, pada 23 Januari 2020 perusahaan menambah jumlah ekskavator untuk melakukan penambangan di desa Lebak Jabung.
"Sejak itu penambangan makin masih dilakukan lengkap dengan pengawalan para preman perusahaan yang kerap mengintimidasi mengancam kami keluarga dan saudara-saudara kami yang memperjuangkan kelestarian hidup serta situs-situs penting Majapahit di Mojokerto," kata di.
Baca Juga: Jokowi: Kerugian Akibat Karhutla di Indonesia Capai Ratusan Triliun Rupiah
Yani berharap perjuangannya berjalan kaki bersama kedua rekannya membuahkan hasil.
Ia mengaku sudah sudah melaporkan penambangan tersebut kepada desa, kecamatan, hingga Gubernur Jawa Timur Khofifah. Namun hingga kini belum ada penyelesaian.
"Kami minta pertolongan perlindungan keluarga kami sodara kami. Kami harap bisa bertemu langsung dengan pak Jokowi. Karena kami kami sudah berupaya dari desa hingga gubernur tapi tidak ada hasil," kata dia .
Lebih lanjut, maksud kedatangan mereka dengan aksi jalan kaki untuk mempertanyakan adanya izin yang keluar tanpa ada rekomendasi dari pemerintah desa. Namun aksi tambang batu andesit tetap dilakukan.
"Harapan kami hentikan sementara tetapi berjalan sampai sekarang," kata dua.
Baca Juga: Said Didu Ungkap Daftar Janji Jokowi yang Bikin Sri Mulyani Mules
Selama perjalanan menuju Jakarta, Yani dan kedua rekannya mengklaim hanya membawa uang Rp 600 ribu. Uang tersebut didapat dari sumbangan warga Desa Lebak Jabung.