Saksi Ahli Sebut Adanya Utang Piutang di Kasus Suap Proyek BHS

Kamis, 06 Februari 2020 | 03:00 WIB
Saksi Ahli Sebut Adanya Utang Piutang di Kasus Suap Proyek BHS
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang baru di Jl. Bungur, Kemayoran, Jakarta, Jumat (13/11).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ahli Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir, menyebut adanya utang piutang dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan hal yang lumrah dan legal.

Hal itu disampaikan Mudzakir dalam persidangan terdakwa Darman Mapanggara terkait suap proyek pelaksana pekerjaan pemasangan Semi Baggage Handling System (BHS) yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2020).

Menurut Mudzakir, pinjam meminjam uang antar direksi bukan suatu yang melanggar hukum pidana.

"Kalau hasil pribadi pinjam itu sah-sah saja sebagai hukum perdata transaksi minjam-minjam adalah sah. Kesimpulannya, apakah boleh, boleh, sah-sah saja. Bahkan antar badan hukum pun boleh," kata Mudzakir dalam sidang.

Baca Juga: Lebih Kenal Hasto Ketimbang Harun, Respons KPK Terkait Pengakuan Wahyu

Dalam sidang sebelumnya, Darman memang disebut memiliki sejumlah utang pituang kepada Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Yastrialsyah.

Mudzakir mengatakan, persoalan utang-piutang itu haruslah dilihat dari rangkaian peristiwa hukum yang biasa disebut anto factum, factum dan post factum.

Dia mengatakan, masalah utang biasa dikaitkan dengan hukum perdata. Sedangkan, kasus yang menjerat Darman adalah tindak pidana korupsi.

"Maka ahli selalu mengatakan apapun perbuatan itu entah perdata atau administrasi atau pidana. Baca secara keseluruhan dalam arti anto factum, factum dan post factum akan clear dan akan jelas bahwa perbuatan dalam konteks apa," ujar Mudzakir.

Mudzakir mengungkapkan bahwa permasalahan pidana harus menjadi domain pidana, begitu juga perdata.

Baca Juga: Sempat Mangkir, KPK Panggil Lagi Zulkifli Hasan Kamis Besok

"Bahwa hukum administrasi jangan dipidanakan, hukum perdata jangan dipidanakan. Karena hal yang berbau administrasi dalam penyelenggara negara dipidanakan. Demikian juga dengan berhubungan kontrak berakhir pemidanaan," kata Mudzakir.

Diketahui, penetapan Darman sebagai tersangka merupakan hasil pengembangan penyidikan kasus yang sudah menjerat Direktur Keuangan PT AP II Andra Y. Agussalam dan Taswin Nur.

Darman bersama-sama Taswin diduga menyuap Andra untuk 'mengawal' agar proyek BHS dikerjakan oleh PT. INTI. Pada 2019, PT INTI mengerjakan sejumlah proyek di PT Angkasa Pura II , seperti proyek Visual Docking Guidance System (VGDS) dengan nilai proyek Rp 106,48 miliar, proyek Bird Strike senilai Rp 22,85 miliar serta proyek pengembangan bandara senilai Rp 86,44 miliar.

Selain itu, PT INTI memiliki daftar prospek proyek tambahan di PT Angkasa Pura II dan PT Angkasa Pura Propertindo, yakni proyek X-Ray 6 bandara senilai Rp 100 miliar, Baggage Handling System di enam bandara senilai Rp 125 miliar dan proyek VDGS senilai Rp 75 miliar serta proyek radar burung senilai Rp 60 miliar.

PT INTI diduga mendapatkan sejumlah proyek tersebut berkat bantuan Andra.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI