Suara.com - Ahli Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir, menyebut adanya utang piutang dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan hal yang lumrah dan legal.
Hal itu disampaikan Mudzakir dalam persidangan terdakwa Darman Mapanggara terkait suap proyek pelaksana pekerjaan pemasangan Semi Baggage Handling System (BHS) yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2020).
Menurut Mudzakir, pinjam meminjam uang antar direksi bukan suatu yang melanggar hukum pidana.
"Kalau hasil pribadi pinjam itu sah-sah saja sebagai hukum perdata transaksi minjam-minjam adalah sah. Kesimpulannya, apakah boleh, boleh, sah-sah saja. Bahkan antar badan hukum pun boleh," kata Mudzakir dalam sidang.
Baca Juga: Lebih Kenal Hasto Ketimbang Harun, Respons KPK Terkait Pengakuan Wahyu
Dalam sidang sebelumnya, Darman memang disebut memiliki sejumlah utang pituang kepada Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Yastrialsyah.
Mudzakir mengatakan, persoalan utang-piutang itu haruslah dilihat dari rangkaian peristiwa hukum yang biasa disebut anto factum, factum dan post factum.
Dia mengatakan, masalah utang biasa dikaitkan dengan hukum perdata. Sedangkan, kasus yang menjerat Darman adalah tindak pidana korupsi.
"Maka ahli selalu mengatakan apapun perbuatan itu entah perdata atau administrasi atau pidana. Baca secara keseluruhan dalam arti anto factum, factum dan post factum akan clear dan akan jelas bahwa perbuatan dalam konteks apa," ujar Mudzakir.
Mudzakir mengungkapkan bahwa permasalahan pidana harus menjadi domain pidana, begitu juga perdata.
Baca Juga: Sempat Mangkir, KPK Panggil Lagi Zulkifli Hasan Kamis Besok
"Bahwa hukum administrasi jangan dipidanakan, hukum perdata jangan dipidanakan. Karena hal yang berbau administrasi dalam penyelenggara negara dipidanakan. Demikian juga dengan berhubungan kontrak berakhir pemidanaan," kata Mudzakir.