Suara.com - Pemprov DKI Jakarta tetap ngotot membangun fasilitas angkutan umum berbasis rel, Lintas Raya Terpadu (LRT) fase 2a. Untuk mewujudkannya, Pemprov akan melakukan penyesuaian jalur.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, pembangunan ini akan tetap dilanjutkan. Ia menganggap penyesuaian tersebut merupakan upaya agar pemerintah pusat yang telah menghentikan proyek itu bisa menerimanya.
“Tetap lanjut (pembangunan LRT),” ujar Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo di Balai Kota pada Rabu (5/2/2020).
Syafrin ngotot ingin melanjutkan proyek tersebut karena merasa jalur itu dibutuhkan masyarakat. Selain itu, trase tersebut dinilai bisa memenuhi keingingan masyarakat yang disebutnya ingin layanan MRT ditambah.
Baca Juga: Proyek LRT Anies Batal Gegara Tabrakan dengan Pusat, DPRD: Salahnya Fatal!
“Kan kebutuhan untuk angkutan umum massal sangat tinggi,” jelasnya.
Diketahui, proyek MRT Timur-Barat milik pemerintah pusat telah memiliki Feasibility Study (FS) dan Detail Engineering Design (DED) terlebih dulu. Proyek ini juga masuk dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ), bahkan diusulkan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN).
Permintaan untuk mengalihkan jalur ini juga datang dari pemerintah pusat. Sebab, FS dan DED MRT Timur-Barat itu sudah selesai.
Meski demikian, Syafrin mengaku belum menemukan jalur alternatif untuk trayek pengalihannya. Namun, ia akan berkoordinasi dengan kementerian terkait agar masalah yang sama tak lagi terulang ke depannya.
“Nah, sekarang begitu ada informasi dari kementerian untuk dicari rute atau alternatif lain," katanya.
Baca Juga: Bangun LRT Pulogadung-Kebayoran Lama, Pemprov Siapkan Dana Rp 15 Triliun
Sebelumnya, proyek pembangunan Light Rapid Transit (LRT) fase 2A rute Pulogadung-Kebayoran Lama dibatalkan. Alasannya, karena proyek ini dianggap tumpang tindih dengan garapan LRT milik pemerintah pusat.
Pembatalan tersebut diungkap Anggota DPRD DKI Gilbert Simanjuntak dalam rapat Komisi B di Gedung DPRD DKI. LRT koridor Timur-Barat ini dibatalkan langsung oleh pemerintah pusat sendiri.
Pemerintah pusat disebutnya tengah mengerjakan proyek MRT dengan koridor Timur-Barat rute Cikarang-Ujung Menteng-Kalideres-Balaraja. Proyek ini yang dianggap tumpang tindih dengan pembangunan LRT fase 2A milik Dinas Perhubungan DKI.
Selain masalah proyek yang bertabrakan, proyek Pemprov DKI tersebut dinilai Gilbert tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta Tahun 2030. Nomenklatur rencana pembangunan LRT disebutnya tidak ada dalam peta rencana struktur ruang.
Gilbert lantas menyesalkan adanya kejadian ini. Menurutnya pihak Pemprov tidak melakukan kajian yang matang sehingga tidak sinergi dengan proyek milik pemerintah pusat.
"Ini kesalahan fatal. Bagaimana bisa perencanaan tanpa sesuai RTRW dan nomenklatur. Rencana pembangunan LRT Ini berarti dibuat tanpa perencanaan yang matang dan kajian aturan yang ada dari pemerintah pusat," ujar Gilbert di gedung DPRD DKI, Senin (3/2/2020).