Suara.com - Anggota DPR RI sekaligus Ketua DPD Partai Gerindra Sumatera Barat, Andre Rosiade, mengakui orang yang memesan kamar 606 di Hotel Kyriad Bumi Minang pada Minggu (26/1/2020) adalah ajudannya bernama Bimo.
Untuk diketahui, kamar 606 Hotel Kyriad di Kota Padang tersebut adalah tempat perempuan berinisial NN (26) yang berprofesi sebagai PSK digerebek aparat kepolisian, Minggu 26 Januari 2020. Andre ikut serta dalam penggerebekan tersebut, hingga videonya diunggah ke akun Twitter miliknya.
Kepada Covesia—jaringan Suara.com, Minggu (26/1), Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto menyatakan, Andre adalah orang yang memancing dan memesan PSK tersebut memalui akun temannya di MiChat.
Andre Rosiade, kata Stefanus, ingin membuktikan bahwa di Kota Padang banyak terjadi prostitusi daring.
Baca Juga: Skandal Penggerebekan, Komnas Perempuan: Andre Korbankan PSK Demi Citra
"Andre ini ingin ikut serta memberantas maksiat tersebut. Ia memancing dan memesan pekerja seks komersial dengan masuk ke aplikasi MiChat melalui akun temannya. Iapun melakukan transaksi dan disepakati harga Rp 800.000 di salah satu hotel di Kota Padang," kata Bayu.
Selasa (4/2/2020), Andre menegaskan kepada Suara.com, dirinya mengetahui orang yang memesan kamar 606 itu adalah Bimo, ajudan pribadinya.
“Iya, saya tahu nama itu memang Bimo. Tapi yang diributin namanya Andre Rosiade. Saya tak pernah pesan. Berarti ini kan kebohongan publik?” tegasnya.
Andre tidak menegaskan pemesanan kamar atas perintahnya. Namun, dia kembali menyoal tindakan itu adalah langkah pembuktian praktik prostitusi daring ada di Kota Padang.
“Ya, Bimo itu memang memesan, membayar kamar. Itu kan kita ingin membuktikan. Tapi sekali lagi bukan Andre Rosiade yang memesan,” kata dia.
Baca Juga: Andre Rosiade Gerindra Bantah Setting Sewa PSK di Hotel buat Digerebek
Andre lantas menolak disebut sebagai “otak” yang merencakan penggerebekan, meskipun dia tidak menampik, orang yang memesan kamar 606—tempat terjadinya penggerebekan—adalah ajudannya sendiri.
“Loh, kita mendengarkan aspirasi masyarakat. Rakyat menyampaikan bahwasanya ini ada praktik maksiat. Nah, kita ingin buktikan, kita sampaikan ke pak polisi, kata pak polisi ‘ayo kita buktikan,’ ya sudah,” tukasnya.
Dia menambahkan, “Untuk membuktikan kan kita harus mengundang (dalam tanda kutip) kan harus membuktikan. Kita tes dong dan itu kan polisi mengetahui. Coba saya tanya semuanya yang ditangkap itu gak ada proses? Gitu loh.”
Aksi Andre yang terlibat dalam penggerebekan aktivitas prostitusi di salah satu hotel di Padang, Sumatra Barat memantik "diskusi" panas di banyak kalangan.
Berlalu sepekan sejak keterlibatannya dalam penggerebekan, pendapat publik terbelah, pro dan kontra.
Selain itu, pertanyaan soal siapa "otak" pemesan kamar 606 itu juga masih menggelayut di pikiran publik.
Atas hal itu, Andre kembali menegaskan, bukan dia yang memesan kamar untuk "misi drama pembersihan" kota Padang dari prostitusi via aplikasi MiChat.
"Kan sudah saya jelasin di situ, bahwa pertama, saya gak pernah pesan, tidak pernah (atas) nama saya pesan (kamar). Kan bisa dicek di resepsionis, ada gak nama saya datang ke resepsionis, datang bayar? Enggak ada. Sudah itu," kata Andre.
Dia juga menyebut, "Yang kedua, memang pas penggerebekan itu kita berkoordinasi dengan polisi. Polisi ikut serta dan yang bersangkutan kan ditahan oleh polisi, mana mungkin polisi menangkap dan menahan kalau tidak ada pasal yang bersangkutan itu bersalah kan," sambungnya.
Soal yang memesan kamar 606 diduga adalah "suruhannya," Andre menampik. Dia justru membeberkan soal perannya membongkar praktik prostitusi daring yang menurutnya marak di kota itu.
"Yang jelas begini, sekarang prostitusi online itu benar nyata. Bahkan kemarin nih saya kirim berita baru ya, highlight koran hari ini di Sumatera Barat, hari kemarin juga ada yang ditangkap. (Menggunakan) aplikasi yang sama, MiChat. Nah, jadi memang ada yang ditangkap, siapa bilang gak ada yang ditangkap. Koran hari ini, itu (beritanya) ditangkap lagi,” jelasnya.
Sebaliknya, Andre justru menilai, aktivitas prostitusi daring tersebut justru ditutup-tutupi pihak terkait di daerah itu.
“Jadi gini, prostitusi online itu fakta dan nyata yang selama ini coba untuk ditutup tutupi. Jadi saya hanya mendengarkan aspirasi masyarakat, aspirasi rakyat di Sumatera Barat yang sudah resah,” imbuhnya.
Andre juga mengaku sudah berkoordinasi sebelumnya dengan pihak kepolian, Polda Sumbar, tentang rencana penggerebekan itu.
“Oh iya, dari situ saya melaporkan ke polisi… Dari masyarakat banyak melapor dan tidak ada respons pemangku jabatan sama sekali. Setelah saya melakukan kerja sama dengan kepolisian, sudah mulai terbongkar kan?” sebutnya lagi.
Dia justru menilai, dirinya seolah “diserang balik” karena seperti ada yang suka kalau aktivitas prostitusi daring itu dibongkar dirinya.
“Nah, sekarang ada upaya mendramatisir bahwa ada nih, ada orang yang tidak suka, ada indikasi ada yang tidak senang prostitusi online ini dibongkar. Ada indikasi dan patut diduga ada yang kebakaran jenggot, akhirnya melakukan perlawan dengan membangun opini seakan-akan yang bersangkutan, cewek itu (NN) korban, padahal dia pelaku gitu loh,” katanya.