Suara.com - Penebangan 191 pohon terkait revitalisasi Monumen Nasional (Monas) ternyata merupakan hasil dari pengubahan desain awal milik pemenang sayembara, Deddy Wahjudi.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pun mengakui telah tindakan mengutak-atik rancangan itu.
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah mengakui awalnya rancangan itu tidak mengharuskan penebangan pohon. Namun saat dipelajari lagi, eksekusinya, kata Saefullah, harus menebang pohon.
“Sayembara dituangkan dalam gambar kerja. Setelah sampai lapangan, ternyata ada yang tidak bisa dihindari. Ada pohon yang memang tidak sama sekali tidak bisa dihindari,” ujar Saefullah di Balai Kota, Selasa (4/2/2020).
Baca Juga: Soal Monas Gundul, Kadis Pertamanan dan Hutan Kota: Jangan Tanya soal Pohon
Saefullah menganggap tindakan penebangan pohon dalam revitalisasi Monas tidak melanggar hukum. Menurutnya, berdasarkan SK Kepala Dinas Pertamanan DKI Tahun 2002, jika pemerintah melakukan penebangan, maka harus menggantinya.
Aturan itu mengharuskan masyarakat yang menebang pohon menggantinya 10 kali lipat. Sementara jika yang menebang adalah Pemerintah, maka gantinya hanya tiga kalinya.
“Apakah haram nebang pohon atau langgar hukum? Dalam keputusan kepala dinas, ada dia solusi pertama kalau swasta yang lakukan penebangan suatu pohon, ganti satu banding 10. kalau pemerintah tebang satu ganti tiga,” jelasnya.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta mengaku sudah mulai menanami sejumlah pohon di kawasan Monas. Hal ini dilakukan sebagai imbas dari penebangan 191 di sisi selatan Monas karena proyek revitalisasi.
Saefullah mengatakan pohon yang sudah ditanam sejauh ini berjumlah 300 pohon. Menurutnya pepohonan itu mulai ditanam sejak Minggu (2/2/2020) sore di sejumlah lokasi di kawasan Monas.
Baca Juga: Anies Kembali Hijaukan Monas, Warganet: Pohon Mahoni Mana, Kok Jadi Kecil?
"Sedang dikerjakan perhari Minggu sore sudah ada 300 lebih di kawasan monas dan sekitarnya sebagai pohon pengganti," ujar Saefullah di kantor Kejati, Jakarta Selatan, Selasa (4/2/2020).