Gus Sholah, Diterima Kaum Islamis dan Bisa Gaul di Kalangan Sosialis

Reza Gunadha Suara.Com
Senin, 03 Februari 2020 | 14:56 WIB
Gus Sholah, Diterima Kaum Islamis dan Bisa Gaul di Kalangan Sosialis
Sejumlah kerabat berdoa didepan jenazah KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin (03/02).[Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wafatnya KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah, adik mendiang Presiden keempat RI Gus Dur, meninggalkan dukacita mendalam banyak kalangan.

Pemimpin Pondok Tebuireng di Kabupaten Jombang tersebut dikenal sebagai pribadi bersahaja, sederhana, luas pergaulan, komunikatif, dan mampu tampil sebagai pemberi teladan yang baik secara konsisten.

“Ibaratnya, Gus Sholah itu diterima di sayap kanan dan bisa gaul di sayap kiri,” kata KH Zahrul Azhar As’ad Umar, pemimpin Pondok Pesantren Darul Ulum (PPDU) Jombang kepada beritajatim.com, Ahad (2/2/2020) tengah malam.

Pengertian sayap kanan dalam konteks politik Indonesia adalah, komunitas dan kelompok politik yang berjuang menjadikan Islam sebagai dasar negara.

Baca Juga: Ribuan Pelayat Ingin Ikut Makamkan Gus Sholah

Nilai-nilai Islam secara formal diposisikan sebagai ideologi negara. Kelompok politik ini masih ada dan terang menyuarakan aspirasinya.

Sedang kelompok sayap kiri merujuk pada kekuatan politik dari komunitas yang gandrung pada ideologi sosialisme. Bahkan, sayap kiri paling ekstrem adalah komunisme.

“Beliau adalah pribadi yang enak diajak berdiskusi karena tak memposisikan diri lebih tinggi dibanding yang lain. Setiap kata memiliki makna, karena apa yang beliau ucapkan itu adalah yang beliau lakukan,” kata dia.

Ia menilai, cara Gus Sholah memandang problematika dan solusi bagi bangsa Indonesia jauh dari hal yang bersifat pragmatis.

“Beliau bisa diterima di sayap kanan dan beliau juga bisa bergaul di sayap kiri. Cara pandangnya terhadap jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) tampak nothing to loose,” kata Gus Han.

Baca Juga: Tahukah Anda? Gus Sholah Tolak Mentah-mentah Duit Konglomerat saat Pilpres

Tentang nilai kesederhanaan dan kebersahajaan Gus Sholah, menurut Gus Han, dia memiliki pengalaman pribadi yang masih membekas hingga sekarang.

Suatu hari, Gus Han hendak mengadakan tasyakuran kecil-kecilan di rumah. Saat itu sedang marak-maraknya aplikasi pesan instan BBM, belum ada WhatsApp.

“Saya mencoba membuat undangan tanpa kertas, maka saya pun membroadcast cukup melalui media BBM, dan salah satu yang saya share adalah Gus Sholah. Pikir saya yang penting doanya dari apa yang saya maksudkan, itu sudah Alhamdulillah. Tapi ternyata di luar dugaan beliau berkenan hadir ke rumah bersama Bu Nyai dalam acara tasyakuran kecil-kecilan tersebut,” ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, kata Gus Han, Gus Sholah bercerita panjang lebar tentang pesantren, terutama pesantren yang diasuhnya: Pondok Tebuireng.

Gus Sholah menyampaikan tentang rencana regenerasi di Tebuireng tentang siapa dan kapan.

“Dan Gus Sholah itu sudah sudah selesai dengan hidupnya, sehingga beliau merasa tidak ada beban untuk berbeda dengan yang lain jika beliau yakini benar,” katanya.

Gus Han mengatakan, berkali-kali Gus Sholah menyampaikan rasa syukurnya atas “capaian usia” yang melampaui kakaknya: Gus Dur.

“Saya yakin beliau kini bersukacita, karena kini sudah bisa bersama-sama di alam sana.”

REKOMENDASI

TERKINI