Suara.com - Wafatnya KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah, adik mendiang Presiden keempat RI Gus Dur, meninggalkan dukacita mendalam banyak kalangan.
Pemimpin Pondok Tebuireng di Kabupaten Jombang tersebut dikenal sebagai pribadi bersahaja, sederhana, luas pergaulan, komunikatif, dan mampu tampil sebagai pemberi teladan yang baik secara konsisten.
“Ibaratnya, Gus Sholah itu diterima di sayap kanan dan bisa gaul di sayap kiri,” kata KH Zahrul Azhar As’ad Umar, pemimpin Pondok Pesantren Darul Ulum (PPDU) Jombang kepada beritajatim.com, Ahad (2/2/2020) tengah malam.
Pengertian sayap kanan dalam konteks politik Indonesia adalah, komunitas dan kelompok politik yang berjuang menjadikan Islam sebagai dasar negara.
Baca Juga: Ribuan Pelayat Ingin Ikut Makamkan Gus Sholah
Nilai-nilai Islam secara formal diposisikan sebagai ideologi negara. Kelompok politik ini masih ada dan terang menyuarakan aspirasinya.
Sedang kelompok sayap kiri merujuk pada kekuatan politik dari komunitas yang gandrung pada ideologi sosialisme. Bahkan, sayap kiri paling ekstrem adalah komunisme.
“Beliau adalah pribadi yang enak diajak berdiskusi karena tak memposisikan diri lebih tinggi dibanding yang lain. Setiap kata memiliki makna, karena apa yang beliau ucapkan itu adalah yang beliau lakukan,” kata dia.
Ia menilai, cara Gus Sholah memandang problematika dan solusi bagi bangsa Indonesia jauh dari hal yang bersifat pragmatis.
“Beliau bisa diterima di sayap kanan dan beliau juga bisa bergaul di sayap kiri. Cara pandangnya terhadap jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) tampak nothing to loose,” kata Gus Han.
Baca Juga: Tahukah Anda? Gus Sholah Tolak Mentah-mentah Duit Konglomerat saat Pilpres
Tentang nilai kesederhanaan dan kebersahajaan Gus Sholah, menurut Gus Han, dia memiliki pengalaman pribadi yang masih membekas hingga sekarang.