Di Hadapan Wapres Ma'ruf Amin, Ketum PBNU Ungkit Kasus Jiwasraya

Sabtu, 01 Februari 2020 | 02:05 WIB
Di Hadapan Wapres Ma'ruf Amin, Ketum PBNU Ungkit Kasus Jiwasraya
Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kiri) bersama Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj (kanan) menyaksikan Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar (tengah) memperlihatkan sumbangan pada peluncuran Koin Muktamar saat peringatan hari lahir ke-94 Nahdlatul Ulama (NU) di kantor PBNU Jakarta, Jumat (31/1/2020). [Antara/Afsal Narendra]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Umun Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengungkit-ungkit kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) saat berpidato dalam peringatakan Hari Ulang Tahun ke-94 NU di Jakarta.

Saat Said berpidato, turut mendengarkan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin. Seperti yang diketahui Ma'ruf Amin sebelumnya menjabat sebagai Rais Aam PBNU sebelum mundur pada September 2018 saat mencalonkan diri sebagai wakil presiden dalam pemilu 2019.

"Kasus gagal bayar beberapa perusahaan asuransi seperti Jiwasraya, dan indikasinya Bumi Putera, begitu pula Asabri, jangan-jangan Taspen juga, membuka pengetahuan kita bahwa betapa buruknya pengelolaan industri asuransi di Indonesia," kata Said di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (31/1/2020).

Said mengatakan bahwa tidak boleh ada praktik-praktik menyimpang yang kemudian dapat membuat kerugian tidak hanya bagi perusahaan asuransi, melainkan juga ikut merugikan nasabah sebagai pemegang polis.

Baca Juga: Puji NU, Ma'ruf Amin: Banyak Organisasi Cepat Wabillahi Taufiq Wal Hidayah

"Kesalahan penempatan investasi hingga rekayasa saham overprice merupakan satu di antara sekian kedzaliman ekonomi yang tidak boleh terjadi. Nahdlatul Ulama berharap kondisi ini tidak sampai mengarah pada distrust masyarakat pada industri asuransi," kata Said.

Sebelumnya dalam kesempatan yang sama Said juga menyoroti soal banyaknya sektor ekonomi strategis yang dikuasai segelintir pihak yang tergolong konglomerat.

"Negara dalam hal ini pemerintah tidak punya pilihan lain mengingat saat ini masih banyak sektor-sektor ekonomi strategis yang pengelolaannya dikuasai segelintir konglomerat saja, baik pribumi maupun asing. Sektor perbankan misalnya, data OJK menyebutkan, 33,5% aset perbankan di Indonesia masih dikuasai asing," ujar Said.

Said mengatakan dampak dari kepemilikan asing yang masih mayoritas tersebut ialah masyarakat kecil sulit untuk membangun perekonomian mereka lantaran bank yang masih berpihak kepada pelaku usaha besar.

Said meluruskan bahwa pernyataannya itu bukan lantas membuat NU anti kepada konglomerat. Hanya saja, Said mengharapkan adanya konglomerasi yang sesuai dengan hadist, sebagaimana yang ia kutip berdasarkan hadist riwayat Tirmidzi.

Baca Juga: Harlah ke-94 NU, Said Aqil Kritik Perbankan Masih Dikuasai Asing

"Bukan termasuk golonganku orang yang tidak menghormati yang lebih besar di antara kami dan tidak menyayangi yang kecil hadist riwayat Tirmidzi," ujar Said.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI