Suara.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan situasi darurat global terkait mewabah virus corona yang kekinian menelan 213 korban tewas di China. Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana berharap pemerintah Indonesia sudah tidak lagi menganggap penyebaran virus corona sebagai hal yang biasa.
Hikmahanto menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi semestinya perlu melakukan rapat kabinet darurat untuk membahas kesiapan pemerintah guna menghadapi penyebaran virus corona. Kesiagaan juga dinilainya harus diterapkan di Kementerian Kesehatan.
"Protokol situasi darurat di Kementerian Kesehatan dan dinas-dinas kesehatan di berbagai daerah harus dimulai," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya, Jumat (31/1/2020).
Kemudian Hikmahanto juga mengatakan bahwa mesti adanya identifikasi terhadap warga-warga Indonesia di daerah yang pernah dikunjungi oleh turis asal Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Baca Juga: WHO Umumkan Situasi Darurat Virus Corona, Begini Sikap Istana
Tak hanya itu, ia juga meminta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk segera mengusulkan kepada Jokowi agar segera mencabut visa bebas bagi WN China ke Indonesia.
Selain itu, ia menilai kalau pernyataan WHO tersebut akan berdampak pada pelambatan ekonomi dunia. Dengan begitu menurutnya menteri-menteri di bidang perekonomian menyiapkan langkah-langkah untuk mengamankan pengamanan perkonomian Indonesia.
"Para menteri yang bertanggung jawab di bidang ekonomi pun perlu memaparkan langkah-langkah untuk penyelamatan perekonomian Indonesia," ujarnya.
"Pemerintah perlu juga mengerahkan para ahli mikrobiologi perlu segera melakukan kolaborasi dengan mitranya diberbagai penjuru dunia dalan menemukan anti-virus Corona," sambungnya.
Untuk diketahui, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis (30/1/2020) waktu Jenewa, Swiss, akhirnya mengumumkan keadaan darurat global terkait penyebaran virus corona mematikan dari China.
Baca Juga: Satu Lagi, Dokter Senior Meninggal Diduga Terinfeksi Virus Corona Wuhan
Pengumuman yang sebelumnya sempat 'ditunda' itu dilakukan setelah korban tewas akibat virus corona di China mengalami lonjakan terbanyak pada satu hari.