Suara.com - DKI Jakarta menempati peringkat 10 kota termacet di dunia versi laman daring penyedia informasi kemacetan di kota-kota dunia, tomtom.com. Meski demikian, sebenarnya tingkat kemacetan di Jakarta tidak mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya.
Secara peringkat, Ibu Kota Indonesia ini memang berhasil turun tiga peringkat. Pada tahun 2018, Jakarta menempati urutan tujuh.
Namun tingkat kemacetan di tahun 2019 dan 2018 tidak berubah, yakni 53 persen. Tidak ada kenaikan atau penurunan sejak 2017 tingkatnya berkurang delapan persen.
Peringkat Jakarta sendiri bisa turun karena adanya kota baru yang disurvei tomtom.com. Terhitung pada tahun 2019 ada 416 kota, sedangkan pada Tahun 2018 ada 403 kota. Sehingga ada penambahan sebanyak 13 kota baru pada tahun 2019.
Baca Juga: Survei Terbaru, Jakarta Peringkat 10 Kota Termacet di Dunia Versi TomTom
Dari 13 kota yang baru dimasukan itu, tiga di antaranya langsung menyalip tingkat kemacetan di Jakarta. Kota-kota itu di antaranya adalah Bengaluru dan Pune di India, serta Manila di Filipina.
Bengaluru yang baru masuk di tahun ini, langsung menduduki peringkat pertama dengan tingkat kemacetan 71 persen. Begitu juga Manila yang memiliki tingkat kemacetan 71 persen seperti Bengaluru menduduki peringkat dua.
Lalu Pune sendiri yang juga baru masuk langsung mendapat predikat kota termacet kelima di dunia dengan tingkat kemacetan 59 persen.
Masuknya tiga kota ini juga berdampak pada kota yang masuk 10 besar termacet di dunia lainnya. Seperti Kota Bangkok di Thailand yang sempat menduduki peringkat delapan di tahun 2018 menjadi urutan 11.
Kota Recife di Brazil juga turun dari peringkat 10 menjadi urutan 15 padahal tingkat kemacetannya tak berubah.
Baca Juga: Jadi Kota Termacet se-Indonesia, Bandung Bakal Terapkan Ganjil Genap?
Sebelumnya, laman daring penyedia informasi kemacetan di kota-kota dunia, tomtom.com merilis data kemacetan di tahun 2019. Hasilnya, Jakarta kini menduduki peringkat 10 kota termacet di dunia.
Survei tomtom di Tahun 2019 ini disebut melibatkan setidaknya 416 kota dari 57 negara di enam benua. Penelitiannya melibatkan berbagai unsur seperti pengendara, kebijakan pemerintah, rencana tata kota hingga produksi kendaraan.