Suara.com - Menteri Sosial (Mensos), Juliari P Batubara menyatakan setuju jika durasi tinggal penerima manfaat (PM) di dalam balai dibatasi, tidak bertahun-tahun. Menurutnya, cukup pelajaran dari kasus balai/loka Rehabsos Wyata Guna, Bandung, Jawa Barat.
“Saya mengapresiasi dan menyambut baik inisiatif PROGRES 5.0, yang kini membatasi waktu maksimal enam bulan, layanan rehabnya tingkat lanjut. Kemudian juga sisi standarnya, akan dinaikkan setingkat internasional,” katanya, di ruang kerjanya, Jakarta, Rabu (29/1/2020).
Juliari mengatakan, kebijakan transformasi panti milik Kementerian Sosial (Kemensos) menjadi balai/loka rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas layanan kepada pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS). Baginya, kebijakan ini sama sekali tidak untuk merugikan PPKS.
Ia menambahkan, Permensos No. 16-20 tahun 2018 tentang Perubahan Organisasi dan Tata Kerja UPT Rehabsos lima kluster PPKS (Korban Napza, Anak, Penyandang Disabilitas, Lansia dan Tuna Sosial-Korban Perdagangan Orang) merupakan respons kebijakan Kemensos untuk memperkuat kebijakan pembagian tugas antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial.
Baca Juga: Kemensos Beri Fasilitas pada Alumni Binaan Wyata Guna Selama Kuliah
Mensos mengapresiasi PROGRES 5.0 sebagai branding rehabilitasi sosial lanjut. Istilah ini cukup mudah diingat.
“Tapi saya berpesan, tolong segera konkritkan semua inisiatif yang baik ini,” katanya.
Perubahan dari panti menjadi balai/loka tidak boleh dibiarkan terlalu lama sekadar perubahan plang nama”.
“Segera tulis dalam bentuk regulasi, dalam rencana strategis 2020-2024, rencana kerja tahunan, dan dikawal dalam dokumen-dokumen resmi lainnya agar PROGRES 5.0 benar-benar dapat diimplementasikan sesuai dengan konsepsi idealnya,” pintanya.
Agar PROGRES 5.0 benar-benar dapat diimplementasikan, Mensos meemberikan lima langkah yang harus ditindaklanjuti.
Baca Juga: Grace Batubara Pastikan Kemensos Hadir bagi Masyarakat Terdampak Bencana
Pertama, kebijakan PROGRES 5.0 sebaiknya didesain adaptif terhadap perubahan.
“Kemampuan PROGRES untuk beradaptasi sangat penting, agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan, tanpa harus keluar dari pakem-pakem dalam RPJMN 2020-2024. Ini penting agar PROGRES benar-benar dapat inline dengan arahan Presiden dan sesuai tuntutan masyarakat,” katanya.
Kedua, penyelenggaraan kesejahteraan sosial, termasuk rehabilitasi sosial adalah tanggung jawab bersama pemerintah pusat, daerah dan masyarakat (Pasal 1 ayat (2) UU No. 11/2009).
“Pastikan tiga entitas tersebut dapat benar-benar bersinergi. Buatlah platform dan ekosistem rehabilitasi sosial nasional yang tepat, agar ketiga entitas bangsa ini dapat bekerja sama dan sama-sama bekerja dalam melayani PPKS secara lebih saling melengkapi, bukan saling tumpang tindih, atau bahkan saling menyalahkan,” kata Mensos.
Ketiga, laksanakan kewajiban pemerintah pusat sebagai pembuat standard rehabilitasi sosial tingkat dasar dan lanjut. Ini amanat UU No. 14 tahun 2019 tentang pekerjaan sosial. Pusat juga memiliki kewajiban untuk menjalankan fungsi pembinaan teknis dan pengawasan kepada program rehabilitasi sosial yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Ini merupakan amanat PP No. 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Keempat, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi PPKS. Betul bahwa faktor personal, seperti kemalasan, misalnya, berpengaruh terhadap seseorang menjadi PPKS, tapi asumsi ini tidak boleh membuat kita menutup mata dari faktor-faktor lain seperti pola asuh dan keadaan ekonomi keluarga.
“Harus kita akui juga, sedikit banyak situasi politik ekonomi negara ikut andil mempengaruhi. Ini artinya, kita perlu membuka perspektif lebih arif dalam melihat permasalahan PPKS agar kita terhindar dari sikap blaming the victim, hanya menyalahkan individu PPKS,” kata Mensos.
Kelima, jangan lupa untuk terus meningkatkan kapasitas dan kompetensi para pekerja sosial dan para pekerja di frontliners (ujung tombak pelayanan) di UPT-UPT. Mereka harus didukung, agar benar-benar mampu memerankan diri sebagai professional helper, pekerja kemanusiaan yang dapat membantu PPKS secara efektif.
Keenam, dalam aksi-aksi kemanusiaan seperti melayani PPKS, faktor yang sangat krusial adalah sikap dan tindakan para pemimpin pelaksana pelayanan. Saat ini, Kemensos sedang melakukan perbaikan dan reformasi di berbagai sisi.
Reformasi yang paling terpenting adalah reformasi kepemimpinan dari atas hingga bawah.
Sementara itu, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Edi Suharto menambahkan, sekarang dan ke depan, Kemensos membutuhkan lebih banyak servant leadership , atau kepemimpinan yang melayani, bukan dilayani. Dengan reoreintasi sikap kepemimpinan ini, semoga setiap sentuhan program yang kita persembahkan kepada rakyat dapat lebih dirasakan manfaatnya.
“Kita sebagai pejabat dan aparat negara, sudah sejahtera, dan akan makin sejahtera. Saatnya sudah tiba, mari luruskan niat, mari sejahterakan PPKS. Itulah tujuan kita,” kata Edi, di sela-sela acara Rapat Teknis Program Rehabilitasi Sosial Tahun 2020. (*)