Suara.com - Belakangan marak terjadi kasus investasi illegal atau bodong di masyarakat. Terakhir kasus investasi PT Kam and Kam melalui aplikasi MeMiles yang kini dalam proses hukum di kepolisian. Bahkan selama delapan bulan, MeMiles menipu anggotanya hingga meraup uang sebesar Rp 750 miliar.
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) mencatat total kerugian akibat investasi bodong dari tahun 2008 hingga 2018 mencapai Rp 88,8 triliun. Kasus penipuan dengan modus investasi ini banyak terjadi di berbagai daerah.
***
Basilius Budi Sulistyo, warga Dusun Boto, Desa Boto, Kec. Batu Retno, Wonogiri mengungkapkan pernah menjadi korban investasi bodong bernama Pandawa. Bermula dari pertemuannya dengan teman lama yang merantau di ibu kota.
Baca Juga: Pemilik UD Sakinah Kabur Bawa Uang Tabungan 350 Warga Sempu
Suatu hari pada 2016 silam, Budi, sapaan akrabnya, bertemu dengan Parto yang sedang mengendarai mobil di depan rumahnya. Parto merupakan kakak kelasnya semasa SMA dan tinggal di kampung sebelah. Lama tak berjumpa, Budi menyapa Parto yang sudah sukses bagi ukuran orang kampungnya.
“Halo Mas Parto... sudah sukses ya sekarang,” sapa Budi menceritakan kisahnya kepada Suara.com pada Jumat (24/1/2020).
Parto pun berhenti di depan rumah Budi. Sambil tersenyum bangga, Parto menjawab sapaan Budi dengan tawaran kesuksesan seperti dirinya.
“Pengen ikut sukses enggak?” tanya Parto.
“Ya pengen banget,” balas Budi tersenyum.
Baca Juga: Jadi Korban Investasi Bodong UD Sakinah, Nana Tergiur karena Tetangga Dekat
Parto pun berlalu, dengan alasan sudah ada janji bertemu orang. Pun ia menjanjikan bakal menemui Budi lain waktu untuk membahas cara agar cepat kaya.
“Ya sudah, nanti kita ketemuan,” ujar Parto.
Beberapa hari kemudian, Parto menghubungi Budi untuk bertemu. Temannya itu pun menceritakan cara cepat menghasilkan uang tanpa harus bekerja keras dengan mengandalkan otot dan keringat. Budi bekerja serabutan, kadang menjadi cameramen mendokumentasikan acara pernikahan dan juga mengajar les musik.
Parto menjelaskan kepada Budi, jika dia bisa kaya dengan penghasilan sebulan mencapai puluhan juta rupiah karena ikut investasi Pandawa. Setiap orang yang mendaftar menjadi anggota, diwajibkan menanamkan uangnya untuk investasi.
Dari banyak uang yang diinvestasikan, setiap bulan akan mendapatkan penghasilan 10 persen. Uang itu setiap bulan akan ditransfer ke rekening anggota yang berinvestasi. Misalnya setor uang Rp 10 juta, setiap bulan akan mendapatkan 10 persennya, Rp 1 juta tanpa bekerja apa-apa.
Budi pun tergiur. Namun sempat ragu, karena keluarganya juga pernah mengalami pengalaman buruk menjadi korban investasi bodong. Namun beberapa hari berikutnya, Parto pun terus berusaha meyakini Budi, bahwa investasi Pandawa ini resmi bukan penipuan. Parto pun menyuruh adiknya, Maryani untuk meyakinkan Budi agar mau bergabung dan menanamkan uangnya.
“Yang bikin saya akhirnya memutuskan ikut dan percaya, adiknya (Maryani) bilang dia punya ruko. Nanti kalau penipuan, nanti uangnya akan diganti dengan menjual ruko itu,” kata Budi.
Budi berupaya mengumpulkan uang agar bisa ikut investasi Pandawa. Ia makin percaya, karena tetangganya juga banyak yang bergabung investasi palsu tersebut.
Budi pun menyetorkan uang untuk berinvestasi di Pandawa sebanyak Rp 19 juta. Tetangganya yang lain ada yang setor Rp 10 juta, ada Rp 40 juta, bahkan sampai Rp100 juta. Awalnya, dia sangat percaya dengan Parto karena aktif dalam kegiatan di gereja.
“Jadi selama sembilan bulan, saya dapat transferan Rp 1,9 juta per bulan. Enam bulan pertama transferan setiap bulan sering telat, setelah itu tidak ada sama sekali,” ungkapnya.
Ia dan warga lainnya pun mencari Parto. Namun yang bersangkutan telah kabur meninggalkan kampungnya.
“Kami cari-cari si Parto. Ternyata, dia sudah hilang, ditelpon sudah tidak aktif nomornya,” ujarnya.
Beberapa tahun sebelumnya, orangtua dan dua kakak Budi juga sudah pernah menjadi korban investasi bodong dengan modus budi daya Ginseng Korea. Orang tuanya merugi hingga Rp 10 juta. Modusnya dengan investasi seharga kendaraan seperti sepeda motor atau mobil.
Ketika itu, orang tuanya setor Rp 10 juta dan mendapatkan sepeda motor baru. Dari dana yang disetor, setiap anggota mendapatkan uang setiap bulan 10 persen. Namun cuma berjalan sekitar empat bulan.
“Makin lama, perusahaan tempat investasi Ginseng Korea itu terlambat bayarnya. Setelah itu, orang dari dealer datang mengambil motor itu. Orang di kampung saya juga banyak yang kena. Kejadiannya sudah lama, kalau enggak salah tahun 2010,” katanya.
Tak sampai di situ, beberapa bulan lalu Budi mengungkapkan sempat ditawarkan tetangganya ikut investasi budidaya ‘semut merah atau rangrang’ yang dapat menghasilkan kroto. Kroto adalah telur dari semut rangrang yang biasa digunakan untuk pakan burung.
Modusnya adalah orang disuruh berinvestasi dengan membeli satu toples seukuran toples kerupuk yang dijual di pasar seharga Rp 15 juta.
“Jadi kita disuruh beli satu boks semut rangrang itu Rp 15 juta, nanti bulan berikutnya menjadi Rp 17 juta,” katanya.
Orang yang menawarkan untuk berinvestasi semut merah itu adalah seorang guru PNS. Namun karena sudah berpengalaman menjadi korban tipuan investasi palsu, Budi menolak.
“Dia pegawai negeri, tapi saya sudah enggak percaya. Saya bilang enggak ada uang, Pakde. Saya curiga, toplesnya enggak boleh dibuka,” tuturnya.
“Saya sekarang sudah kapok, enggak pengin duit. Saya cari duit yang halal saja lah.“
***
Kasus dugaan investasi bodong berskala cukup besar kembali terkuak. Perusahaan bernama PT Kampoeng Kurma di wilayah Bogor, Jawa Barat, digeruduk ratusan pembeli yang menagih janji manajemen perusahaan itu mengenai status lahan kavling dan pengembalian dana mereka pada Jumat (8/11/2019) silam.
Salah satu korban penipuan investasi bodong yang tak mau disebutkan namanya mengakui kehilangan uang investasi sebesar Rp 99 juta. Uang itu disetorkan kepada PT Kampoeng Kurma untuk membeli satu kavling.
"Waktu itu tertarik lihat iklan di Facebook bisa investasi kavling 500 meter dapat lima pohon kurma dengan harga Rp 99 juta. Waktu itu saya bayar tunai tahun 2017," katanya kepada Suara.com, Selasa (12/11/2019).
Dia mengungkapkan, PT Kampoeng Kurma menjanjikan imbal hasil yang besar dengan pengelolaan dan perawatan pohon kurma selama lima tahun. Pembeli, dijanjikan mendapat bagi hasil sesuai prinsip syariah.
"Pokoknya dijanjikan kavling yang kami beli itu ditanam pohon kurma selama lima tahun. Ketika nanti panen buah kurma, kami dapat hasil,” katanya.
Tak hanya itu, korban juga mengaku diiming-imingi pembangunan properti bernuansa syariah, seperti pesantren, masjid, fasilitas berkuda dan memanah di wilayah tersebut.
Namun, janji pembangunan tersebut juga tidak ada buktinya hingga kekinian. Jangankan bangunan properti, investasi pohon kurma yang dijanjikan pun tidak terbukti.
"Saya kan beli di daerah Jonggol. Saya pernah ke sana, memang lahannya luas sekali. Tapi pas saya lihat, enggak ada pergerakan sama sekali. Enggak ada pohon kurma, hanya ada luas lahan yang ngablak (lahan tidur)," katanya.
Setelah melihat langsung lahan itulah, dia mulai menaruh curiga. Tidak ada lahan kavling yang dijanjikan. Bahkan, kata dia, banyak pembeli yang kavlingnya dipindah-pindahkan secara sepihak.
Selain itu, Akad Jual Beli (AJB) yang dijanjikan setelah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tidak terealisasi.
“Saya datang ke sana Desember 2018. Saya pikir situasinya sepi karena sedang libur, ternyata memang tak ada kegiatan. Mulai was-waslah," katanya.
Benar saja, korban baru tersadar dirinya terkena penipuan investasi bodong yang dilakukan PT Kampoeng Kurma, karena sepanjang tahun ini saja sudah tiga kali manajemen berjanji mengembalikan uang investasi mereka.
"Katanya, bulan Februari 2019 mau ditransfer, ternyata lewat. Enggak ada, dibilang karena masalah teknis. Terus, dijanjikan bulan Maret, tidak juga, alasannya pemilu. Akhirnya, kami geruduk kantornya minta penjelasan. Mereka mengakui saldo perusahaan nol," katanya.
Sementara, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso justru belum mendengar kabar berita tersebut. Tapi dirinya bakal menginvestigasi kasus tersebut.
"Kami investigasi, tentunya kalau ada pihak yang merasa dirugikan lapor ke OJK, tentunya akan kami enforce," kata Wimboh saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta.
Namun, kata dia, sampai saat ini belum ada laporan yang masuk ke laci kerja, sehingga dirinya menyarankan kepada korban untuk melapor jika benar mengalami penipuan.
"Segera saja dilaporkan, belum ada yang melaporkan kok," katanya.
Investasi Abal-abal UD Sakinah
Investasi abal-abal yang dijalankan UD Sakinah sebagai penyedia sembako ke berbagai hotel di Yogyakarta merenggut banyak korban.
Setelah pengusaha asal Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman kehilangan Rp 1,2 miliar dari investasi bodong itu, seorang ibu rumah tangga asal Desa Pandowoharjo, Kecamatan dan Kabupaten Sleman, Nana Cholidah (51), juga luluh dengan bujuk rayu pemilik hingga kehilangan puluhan miliar rupiah.
Kasus penipuan berkedok investasi ini diketahui kembali terjadi di Bumi Sembada. Sejumlah pengusaha tertipu UD Sakinah, yang dikelola pasangan suami-istri M Wahyudi dan Indriyana Fatmawati.
"Orang ini (Indriyana atau Iin) adalah tetangga dekat saya ketika saya masih tinggal di Sempu (Dukuh di Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman). Pekerjaan kesehariannya memang memasok sembako ke hotel-hotel yang ada di Jogja secara reguler. Jadi tiap hari gudang rumahnya selalu ramai dengan bahan sembako, saya juga sering ke rumahnya pada waktu itu," jelas Nana saat dihubungi SuaraJogja.id, Kamis (23/1/2020).
Nana, warga Pandowoharjo ini mengungkapkan, pemilik UD Sakinah telah bekerja sama dengan 20 hotel rekanan dalam membangun bisnisnya. Bahkan, gudang usaha yang berada di Sempu memiliki lima armada untuk mengirimkan sembako ke sejumlah hotel tersebut.
"Nah karena rumah (dan usahanya) selalu ramai dan tiap hari mengirimkan sembako [ke hotel], pihaknya mencoba untuk menawarkan investasi dengan tempo jangka pendek ketika hotel memiliki event kepada tetangga dan orang-orang yang dia kenal," katanya.
Modus UD Sakinah memang berbeda dari investasi lain. Nana menjelaskan, UD Sakinah seolah-olah bekerja sama dengan hotel saat memiliki even seperti pernikahan, seminar, kegiatan diklat dan sebagainya. Lalu, pihak UD Sakinah kepada korban untuk menanam modal puluhan hingga ratusan juta untuk menyediakan sembako pada acara tersebut.
"Jadi dia merinci dan memberi tahu kami budget yang dibutuhkan hotel itu berapa, lalu kami diarahkan untuk berinvestasi sekian juta, termasuk ada pembayaran serta berbagai hal lainnya lengkap, termasuk laba dan pembagian antara investor dan UD Sakinah, jadi awal-awal itu terbuka," terangnya.
Nana mencontohkan, saat sebuah hotel memiliki acara seminar dan setelah dihitung budget sekitar Rp 71 juta, hotel akan membayar sebesar Rp 77 juta. Bagi orang yang berinvestasi, keuntungan yang didapat bisa sampai Rp 6 juta. Jumlah tersebut nantinya dibagi antara investor dan UD Sakinah.
"Perbandingannya bisa juga seperti ini, investasi Rp 100 juta, nantinya keuntungan bisa kami dapatkan hingga Rp 8 juta. Sudah tiga tahun saya mengikuti investasi ini," katanya.
Hal itu UD Sakinah tawarkan kepada korban lewat media sosial WhatsApp. Siapa pun yang berniat mengambil event hotel bisa langsung menghubungi Indriyani sebagai pengelolanya. Setelah 10-15 hari, profit atau keuntungannya bisa diambil.
"Jadi pembagian keuntungannya itu 55 persen untuk investor dan 45 persen untuk UD Sakinah," kata dia.
Pengusaha lainnya yang tertipu investasi bodong, Anam Khairul Umam (46), menjelaskan, pihaknya kali pertama menanam modal dari Rp 120 juta. Bulan selanjutnya, karena even berjalan lancar dan pihaknya mendapat profit, Anam pun berinvestasi lagi dengan menambah modal Rp 30 juta.
"Jadi saya ikut itu sekitar awal 2018 lalu. Pertama-tama memang menjanjikan. Karena, ketika kita menanam modal atau menambah modal, profitnya bisa didapatkan 15 hari setelah event itu. Jika dihitung, saya sudah tiga kali mendapat untung ini dan selalu saya terima," jelas dia.
Namun pada 2019 akhir, investasi UD Sakinah ini sudah jarang membagikan event atau kegiatan hotel. Pemilik juga sulit dihubungi.
"Modal saya mungkin ada sekitar Rp 200 juta yang dibawa mereka. Desember 2019 sudah sulit dihubungi dan uang saya dibawa kabur," katanya.
Setelah kasus ini muncul, para pengusaha mendatangi usaha UD Sakinah. Sayang, beberapa orang tak bisa menemui pemilik. Anam menjelaskan, saat korban berkumpul, ada beberapa orang yang sudah berinvestasi, tapi hingga saat ini belum mendapatkan profit.
"Jadi ada yang sudah berinvestasi Rp 10 juta, terus nambah jadi Rp 20 juta, selanjutnya menambah modal hingga mencapai Rp 8 miliar. Bahkan ada satu korban yang mengaku sudah berinvestasi, tapi tak pernah mendapat keuntungan, malah uang Rp 45 jutanya raib dibawa kabur," jelas Anam.
Sementara itu, Lutfi Kurniawan Sahirul Alam (38) mengaku pernah mendatangi hotel-hotel rekanan UD Sakinah. Setelah ditanyai, hotel tersebut tak pernah menggunakan jasa UD Sakinah saat ada kegiatan di hotel.
"Kami juga sudah mendatangi hotel. Mereka menjelaskan bahwa pemasok ini (UD Sakinah) hanya mengirim sembako reguler. Jika untuk acara malah tidak pernah. Dari situ kami merasa tertipu, saya juga tidak tahu profit yang saya terima ini dari uang apa. Saya juga mengikuti investasi ini dari uang pribadi yang sudah saya kumpulkaan selama menjalani bisnis sebuah even di Jogja," kata dia.
Dalam menjalankan usahanya, memang Indriyana ini mengedepankan nilai agama. Lantaran, mereka tak ingin mengambil riba (uang dari modal), tapi keuntungan diambil dari hasil profit sebuah acara di hotel.
"Saya percaya karena mereka menolak riba. Biasanya kan diambil dari modal. Tapi ini menunggu hasil even dan hasil keuntungan itu yang diambil untuk dibagi. Karena hal itu juga, akhirnya saya percaya dan terus mengikuti investasi ini," jelas dia.
Nana, yang juga menjadi korban investasi bodong ini, menjelaskan, pemilik usaha kerap mengingatkan untuk berinvestasi bersama UD Sakinah dan memperingatkan untuk tidak menggunakan uang bank. Hal itu dianggap riba dan tidak berkah.
"Dia kerap mengingatkan saya dan juga investor lain agar tak meminjam uang bank, karena akan ada bunganya. Dia menganjurkan pinjam dari orang atau teman dekat yang tak menarik bunga. Hal itu untuk menambah keberkahan dalam berusaha. Pihaknya juga mengaku dekat dengan Habib Syech. Orang ini (Indriyana) adalah orang yang sopan dan tidak aneh-aneh. Nah hal-hal ini lah yang membuat kami yakin, bisnisnya betul bersih dan mengedepankan syariat agama," katanya.
Baik Anam dan Lutfi telah melayangkan laporan penipuan kepada pihak berwenang. Bagi Lutfi, laporannya memang belum diterima kepolisian karena tak ada bukti perjanjian investasi usaha itu.
"Kemarin saya sudah melaporkan. Namun hanya membawa bukti transfer, tapi bukti saya tidak kuat karena harus ada bukti perjanjian antara investor dan pemilik usaha, tapi beberapa sudah ada yang melaporkan ke Polsek Depok Timur," kata dia.
Nana mengungkapkan, cara pelaku mengelabui korban tersebut menggunakan landasan agama. Sehingga kepercayaan ini muncul karena bisnis tak ada penipuan di dalamnya
"Mereka pakai dalil agama untuk meyakinkan bisnis yang dijalani ini professional dan tak ada unsur penipuan. Sehingga kami percaya," kata dia.
Dikonfirmasi terpisah, Kapolsek Depok Timur Kompol Paridal mengatakan baru memeriksa saksi-saksi. Kasus tersebut sudah dilaporkan para korban, sehingga pihaknya segera menangkap dua pelaku penipuan tesebut.
"Laporan terkait kasus ini sudah kami terima, ada dua saksi yang kami mintai keterangan. Unit Reskrim juga sudah terjun mencari keberadaan pelaku yang diketahui kabur, namun belum ada perkembangan lebih lanjut. Yang jelas kasus ini kami terus kawal dan menangkap dua pelaku ini," jelas dia.
***
Terkait maraknya investasi bodong, OJK kerap kali mengingatkan masyarakat untuk mengenali dan menghindari penipuan tersebut. Ada dua prinsip yang musti diingat masyarakat sebelum melakukan investasi. Dua prinsip tersebut yaitu legal dan logis.
Ketua Satgas Waspada Investasi bodong Tongam Lumban mengatakan, penyebab utama masyarakat tertipu investasi bodong karena masih minimnya pemahaman masyarakat akan investasi.
"Masyarakat kenali 2L yaitu legal dan logis kalau ada yang menawarkan investasi," ujar Tongam di Balai Kota Jakarta pada Jumat (5/4/2019) silam.
Tongam menjelaskan, legal yang dimaksud artinya terdapat perizinan dan informasi yang jelas tentang produk investasi tersebut. Sedangkan logis, masyarakat harus bisa berpikir jernih tentang imbal hasil yang diberikan dari investasi tersebut.
Investasi bodong memiliki beberapa karakteristik yang bisa dikenali oleh masyarakat. Karakteristik tersebut meliputi menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu yang cepat, menjanjikan bonus untuk perekrutan orang, legalitasnya tidak jelas dan memanfaatkan tokoh masyarakat atau publik figur untuk meyakinkan masyarakat.
Untuk diketahui, kerugian akibat investasi ilegal atau bodong dari tahun 2008 hingga 2018 mencapai Rp 88,8 triliun. Ia mencontohkan korban travel umrah seperti Pandawa Group yang memakan korban dengan jumlah 549 ribu orang dengan kerugian Rp 3,8 triliun.
"Penipuan bukan hanya non-agama, tapi di agama juga kena tipu. Dengan iming-iming umrah murah. Ternyata dia gali lubang tutup lubang," ujar Tongam.
Selain travel umrah, ada juga beberapa investasi bodong seperti yang dilakukan oleh PT Cakrabuana Sukses Indonesia dengan korban 170 ribu orang dengan kerugian mencapai Rp 1,6 triliun.
Bahkan, ada investasi bodong yang merugikan hingga 700 ribu orang dengan kerugian Rp 3,5 triliun yang dilakukan oleh Dream Freedom.