Suara.com - Potret kelabu pekerja kapal di Indonesia kembali terjadi, setelah Muhammad Al Fatah, pemuda berusia 20 tahun yang bekerja sebagai anak buah kapal meninggal dunia saat berlajar. Oleh nakhoda, jenazah Al Fatah langsung dibuang ke laut.
Al Fatah adalah warga Dusun Banca, Desa Bontongan, Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Pemuda itu merupakan anak ke-7 dari 9 bersaudara.
Pasalnya, salah seorang keluarga dari warga dusun tersebut yang berprofesi sebagai pelaut, Muhammad Al Fatah (20) meninggal dunia. Pemuda ini merupakan anak ke-7 dari 9 bersaudara.
Al Fatah meninggal dunia karena sakit saat ikut berlayar. Namun, jenazah almarhum yang merupakan ABK Loxing 639 ternyata tidak dibawa pulang ke daratan, melainkan dilarung di Samudera Pasifik, wilayah negara Samoa.
Baca Juga: Magang Jadi ABK Kapal, 15 Siswa SMK Asal Pandeglang Malah Disiksa
Menurut salah seorang kerabat almarhum, Khairil, kabar kematian sepupunya itu baru diterima pihak keluarga lewat Surat Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kementrian Luar Negeri pada Minggu, 19 Januari 2020.
Keluarga almarhum telah melaksanakan salat jenazah seusai menerima kabar meninggalnya almarhum.
Dalam surat yang didasarkan pada laporan agen penyalur ABK Ming Feng International (MFI) yang berlokasi di Republik Rakyat Tiongkok (RRT), sebelum meninggal, Fatah merasa tidak enak badan.
Kaki dan wajah Fatah disebutkan mengalami bengkak, serta nyeri yang dialami pada bagian dada.
“Dia sudah diberi obat oleh Kapten Kapal Longxing 629, namun karena tidak mengalami perubahan, kemudian dipindahkan ke Kapal Long Xing 802 untuk dibawa ke rumah sakit,” ujar Khairil seperti diberitakan Makassar.terkini.id—jaringan Suara.com, Selasa (21/1/2020).
Baca Juga: BNP2TKI Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Korban Jembatan Runtuh di Taiwan
Fatah dinyatakan meninggal dunia 8 jam setelah dipindahkan dan tanpa sepengetahuan agen penyalur, kapten kapal kemudian membuang jasad almarhun karena khawatir akan adanya penyakit menular yang dapat menjangkiti ABK lainnya.
Rasyid, salah seorang saudara Fatah, mengatakan bahwa keluarganya masih memiliki harapan besar agar jasad adiknya tersebut dapat ditemukan dan dibawa pulang ke kampung halamannya di Kabupaten Enrekang.
“Terakhir kali kami berkomunikasi dengan adik kami sekitar satu tahun yang lalu saat dia berada di sebuah bandara di Hongkong dalam perjalanan menuju Korea,” ujarnya.