Yenti Garnasih Duga Ada Penipuan di Balik Kasus Suap Harun - Wahyu

Minggu, 19 Januari 2020 | 17:14 WIB
Yenti Garnasih Duga Ada Penipuan di Balik Kasus Suap Harun - Wahyu
Yenti Garnasih. (Suara.com/Yasir)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Eks Ketua Pansel Capim KPK Duga Ada Modus Penipuan di Balik Kasus Suap Wahyu Setiawan

Pakar Hukum Pidana Pencucian Uang, Yenti Garnasih, menilai ada modus penipuan di balik kasus suap caleg PDIP Harun Masiku kepada komisioner KPU RI Wahyu Setiawan.

Harun maupun Wahyu kekinian sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, baru Wahyu yang sudah masuk ke terungku, sementara Harun menjadi buronan.

Yenti Garnasih mengatakan, dalam kasus itu, KPU RI telah menyatakan berdasarkan ketentuan, permohonan pergantian antarwaktu anggota Fraksi PDIP DPR RI antara Riezky Aprilia – Harun tak bisa dikabulkan.

Baca Juga: Pimpinan KPU Dianggap Abai Terhadap Wahyu, Bawaslu: Itu Bukan Putusan

Ia berpendapat, KPK harus memenuhi bukti atas adanya dugaan kasus korupsi Wahyu. Sebab, dia menilai adanya modus penipuan dibalik dugaan suap Harun kepada Wahyu.

"Saya berpikir bahwa penipuan itu salah satu modusnya, ada korupsinya tetapi kalaupun pakai pasal korupsi, harus sesuai unsur yang ada," kata Yenti dalam diskusi bertajuk “Ada Apa di Balik Kasus Suap Wahyu” di Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020).

Mantan Ketua Pansel Capim KPK 2019-2023 itu menilai, KPK harus memerinci  kronologi dugaan kasus suap Harun kepada Wahyu. Misalanya, kata dia, dengan merujuk pada hasil penyadapan.

Hal itu, lanjut Yenti perlu dikemukakan guna mengetahui modus di balik dugaan kasus suap Harun kepada Wahyu.

"Meski inisiatif dari penyuap bisa jadi di kronologi berikutnya mungkin penyuap mau mundur, malah dari KPU yang menawarkan atau malah memeras," katanya.

Baca Juga: Istana: SK Pemberhentian Wahyu Setiawan dari KPU Sedang Diproses

"Kemudian bagaimana pada akhirnya penyuap memberikan padahal menurut KPU tidak mungkin kalau tidak kolektif kolegial.”

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI