Kasus Harun Masiku, Tim Hukum PDIP Nilai KPU Harusnya Laksanakan Putusan MA

Minggu, 19 Januari 2020 | 15:13 WIB
Kasus Harun Masiku, Tim Hukum PDIP Nilai KPU Harusnya Laksanakan Putusan MA
Sejumlah pembicara dalam Diskusi "Ada Apa Dibalik Kasus Wahyu' yang digelar di Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020). [Suara.com/M Yasir]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota tim hukum PDI Perjuangan (PDIP) Maqdir Ismail menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) semestinya melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 57 P/HUM/2019. KPU dikatakan Maqdir harus melaksanakan putusan MA baik suka maupun tidak.

Maqdir mengatakan PDIP mengajukan permohonan agar suara Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia diserahkan kepada Harun Masiku berdasar putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019. Dalam Putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019 tersebut dinyatakan, penetapan suara caleg yang meninggal dunia kewenangannya diserahkan kepada pimpinan partai politik untuk diberikan kepada caleg yang dinilai terbaik.

"Jadi sekali lagi kalau MA sudah memberikan tafsir ketentuan peraturan di bawah undang-undang maka seharusnya itulah yang ditahapi oleh lembaga negara kita (KPU). Terlepas dari setuju atau setuju itu harus mereka lakukan," kata Maqdir dalam diskusi bertajuk 'Ada Apa di Balik Kasus Wahyu' di Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020).

Maqdir menilai keputusan KPU menolak permintaan PDIP untuk menyerahkan perolehan suara Nazaruddin Kiemas kepada Harun Masiku berdasar Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara, tidak tepat.

Baca Juga: Politisi Demokrat: Ada yang Janggal Soal Posisi Harun Masiku Saat OTT KPK

"Yang jadi problem adalah ketika KPU mereka menganggap bahwa tafsir diberikan MA ini adalah tidak tepat, mereka menanggap bahwa PKPU itu adalah yang benar, sehingga itulah yang mereka laksanakan," ujarnya.

Maqdir beranggapan, semestinya KPU melaksanakan putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019 itu. Sebab, kata dia, MA merupakan lembaga yang memiliki wewenang untuk menafsirkan sebuah peraturan di bawah perundang-undangan bukan KPU.

"Saya kira ini perbedaan ini sekali lagi menurut saya harusnya kita kembalikan kepada penafsir tunggal terhadap peraturan perundang-undangan adalah MA, bukan KPU."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI