Kecam Pernyataan Jaksa Agung, Ibu Sumarsih: Kita Bukan Lagi Negara Hukum

Kamis, 16 Januari 2020 | 20:06 WIB
Kecam Pernyataan Jaksa Agung, Ibu Sumarsih: Kita Bukan Lagi Negara Hukum
Maria Catarina Sumarsih, seorang ibu penggerak Aksi Diam Kamisan. [Suara.com/Stephanus Aranditio]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jaksa Agung ST Burhanuddin dikritik karena menyatakan penembakan aparat terhadap demonstran 1998 yang dikenal sebagai tragedi Semanggi I dan Semanggi II bukan pelanggaran HAM berat, saat rapat bersama Komisi III DPR, Kamis (16/1/2020).

Maria Catarina Sumarsih, seorang ibu penggerak Aksi Diam Kamisan, mengecam pernyataan Burhanuddin tersebut.

Ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan)—mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas saat Tragedi Semanggi I—menilai pernyataan Burhanuddin semakin menegaskan pemerintah tak pernah serius menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada era Orde Baru Soeharto.

"Pernyataan Pak Jaksa Agung ini semakin meyakinkan kita, bahwa Indonesia bukan lagi negara hukum, tapi negara impunitas,” kata Ibu Sumarsih seusai aksi, Kamis (16/1/2020).

Baca Juga: Burhanuddin Lantik 3 Jaksa Agung Muda, Salah Satunya Eks JPU Kasus Ahok

Negara impunitas yang dimaksud Sumarsih adalah situasi negara di mana sekelompok orang yang melakukan tindak pidana tak mampu terjamah oleh keadilan prosedural.

Tak hanya itu, Sumarsih juga mempertanyakan pernyataan Burhanuddin yang hanya menyoroti tragedi Semanggi I dan Semanggi II.

"Bagaiaman kasus Trisaksi, kasus lain tahun 1998, kerusuhan Mei misalnya, atau penghilangan paksa,” kata Sumarsih.

Meski pengusutan tuntas pelanggaran HAM berat semakin tak jelas pada era kekinian, Sumarsih menegaskan

Meski begitu, dia mengaku semangat Kamisan akan terus berlipat ganda, karena undang-undang sudah menegaskan Indonesia adalah negara hukum.

Baca Juga: Burhanuddin Tak akan Tolerir Jaksa Terjerat Suap dan Korupsi

"Jadi siapa pun yang jadi presiden, kalau memang Pak Jokowi tulus menyelesaikan, mestinya tidak usah ada pernyataan ‘tak punya beban masa lalu’ dan sebagainya. Ini kewajiban Pak Jokowi sebagai presiden untuk menjalankan UUD 45, ya tegakkan hukum!" kata dia.

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menjelaskan hambatan dalam penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, salah satunya belum ada pengadilan HAM ad hoc.

Dalam kesempatan tersebut, Jaksa Agung menjelaskan perkembangan perkara HAM berat, misalnya peristiwa Semanggi 1 dan Semanggi 2, telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat.

"Peristiwa Semanggi II, Semanggi II telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," kata Burhanuddin, Kamis (16/1/2020).

Burhanuddin sendiri juga tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai peristiwa Semanggi I dan Semanggi II secara khusus. Dalam paparannya, Burhanuddin hanya menjelaskan mengenai hambatan dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI