Suara.com - Putri Presiden RI ke-IV Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Yenny Wahid turut menanggapi aksi penipuan Totok Santoso Hadiningrat dan Fanni Aminadia yang mengklaim sebagai raja dan ratu Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah.
Yenny menilai banyak orang yang berhalusinasi seperti mengaku sebagai raja dan ratu di Purworejo. Dia berpendapat masyarakat tak perlu bereaksi terlalu berlebihan terhadap fenomena tersebut.
Menurutnya, masyarakat cukup mengabaikan saja jika memang tidak percaya terhadap pihak yang mengaku sebagai raja dan ratu di Purworejo.
"Sekarang kan banyak orang yang halu. Ya kalau menganggap dirinya raja? Kita punya apa? Kan kita cuma punya dua pilihan. Ikut menyembah dia sebagai raja atau cuekin dia. Ya sudah cuekin saja orang seperti itu," kata Yenny di Kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (16/1/2020).
Baca Juga: Romo Benny: Keraton Agung Sejagat Hanya Mitos, Tak Masuk Akal
Menurut Yenny, perlu adanya pembinaan terhadap pihak yang mengaku sebagai raja dan ratu di Purworejo. Daripada kata dia meributkan fenomena tersebut.
"Banyak persoalan lain yang jauh lebih perlu mendapatkan perhatian dari kami daripada persoalan-persoalan seperti ini. Ini distraksi banget sih. Ini bagian dari entertainment buat saya. Ini kan bunga-bunga saja," ujarnya.
Kendati begitu, Yenny menegaskan perlu adanya tindakkan hukum jika memang ditemukan adanya dugaan penipuan dibalik fenomena raja dan ratu Purworejo. Namun, jika tidak terbukti maka mereka berhak untuk dibebaskan.
"Kalau penipuan beda lagi. Itu pelanggaran hukum. Itu boleh ditangkap. Tapi kalau dakwaannya adalah karena dia pura-pura menjadi raja itu tidak bisa jadi landasan untuk menangkap," katanya.
Diketahui, polisi telah menangkap dan menetapkan Totok dan Fanni sebagai tersangka terkait kasus penipuan lewat modus mendirikan Kerajaan Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah.
Baca Juga: 17 Saksi, Tetangga hingga Pengikut Ikut Diperiksa Kasus Keraton Palsu Totok
Selama melancarkan aksinya, Totok yang disebut Sinuhun itu menggunakan simbol-simbol kerajaan untuk menjerat para korban agar menjadi pengikutnya.