Suara.com - Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DKI Jakarta buka suara terkait rencana Pemprov DKI yang ingin membeli perangkat pengeras suara atau toa dengan harga mencapai Rp 4 miliar untuk 6 setnya. Perangkat untuk peringatan bencana itu dinilai seperti teknologi zaman perang dunia kedua.
Hal itu dikatakan oleh anggota Komisi A DPRD Jakarta dari Fraksi PSI, William Aditya Sarana. Karena menggunakan cara yang dianggap lama, ia menyebut sistem peringatan bencana di DKI justru mengalami kemunduran.
“Saya melihat sistem ini mirip seperti yang digunakan pada era Perang Dunia II. Seharusnya Jakarta bisa memiliki sistem peringatan yang lebih modern,” ujar William kepada wartawan, Kamis (16/1/2020).
Menurutnya, Pemprov DKI harus mengembangkan sistem peringatan bencana melalaui ponsel dan internet. Dengan demikian, kata William, biayanya bisa lebih murah dan jangkauannya lebih luas.
Baca Juga: Tujuh Fraksi Ngotot Pansus Banjir, PKS: Kita Enggak Dukung
"Aplikasi berbasis internet gawai seharusnya lebih efektif dan lebih murah ketimbang memasang pengeras suara yang hanya dapat menjangkau radius 500 meter di sekitarnya," jelasnya.
Selain itu, peringatan banjir juga disebutnya harus dibarengi dengan pengumuman lewat SMS. Pasalnya, masih ada warga yang tidak memiliki ponsel berbasis internet.
“Pemprov dapat mengirimkan SMS kepada semua pemilik ponsel terbatas di wilayah yang akan terkena banjir saja,” jelasnya.
Dalam pelaksanaannya, pemberitahuan itu disebut William, harus dilakukan secara bertahap sejak potensi air naik mulai kelihatan. Dengan demikian, warga sudah bisa mengantisipasi dan mendapatkan info yang tidak mendadak.
Ia juga menganggap sistem serupa juga dilakukan di banyak negara maju. Menurutnya Jakarta juga memiliki kapasitas sama untuk menerapkan kebijakan serupa.
Baca Juga: Anies Diminta Lengser karena Banjir, PKS: Kenapa Enggak Pusat yang Turun?
"Masak kota metropolitan seperti Jakarta dengan anggaran IT mencapai triliunan rupiah masih menggunakan sistem peringatan kuno seperti itu?" pungkasnya.