Istana: Presiden Jokowi Tak Akan Melindungi Sekjen PDIP Hasto

Senin, 13 Januari 2020 | 20:33 WIB
Istana: Presiden Jokowi Tak Akan Melindungi Sekjen PDIP Hasto
Deputi bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin memperkenalkan Fadjroel Rahman sebagai Juru Bicara Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan. [Foto Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rachman mengatakan, Presiden Jokowi tidak bakal melindungi orang-orang yang terlibat suap anggota KPU Wahyu Setiawan, termasuk Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

"Tidak akan (Jokowi lindungi Hasto), karena negara ini negara hukum, bukan negara kekuasaan. Jadi negara berdiri dan berlaku untuk semua pihak siapapun itu," ujar Fadjroel di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (13/1/2020).

Untuk diketahui, nama Hasto terseret-seret dalam kasus suap tersebut karena tim penindakan KPK hendak menggeledah ruang kerjanya di DPP PDIP, Jalan Diponegoro. Namun, penggeledahan pada hari Kamis (9/1) pekan lalu itu gagal.

"Pak Presiden Joko Widodo selalu meletakkan politik hukumnya itu berdasarkan peraturan undang-undangan yang ada. Kami menunggu apa yang dikerjakan oleh KPK bahkan juga KPU," ucap dia.

Baca Juga: KPK Tunda Geledah Kantor PDIP, Nikmatnya Menjadi Sekjen PDIP Hasto

Jokowi, kata Fadjroel, menunggu surat pengunduran diri Wahyu dari KPU. Bahkan Jokowi akan meminta pendapat langsung dari pihak penyelenggara hingga pengawas Pemilu.

Fadjroel menambahkan, Jokowi  juga menyerahkan proses hukum tersebut kepada KPK.

"Jadi kami menyerahkan semua kepada KPK. Jadi apabila terkena pada siapa pun, hukum harus tegak di negara ini. Itu saja," katanya.

KPK telah mengumumkan empat tersangka dalam kasus suap terkait dengan penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024.

Sebagai penerima, yakni Wahyu dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF). Sedangkan sebagai pemberi, yakni Harun dan Saeful (SAE) dari unsur swasta.

Baca Juga: Disebut Hasto, Sinyal Gibran Rakabuming Maju di Pilkada Solo 2020 Menguat

Untuk diketahui, Wahyu meminta dana operasional Rp 900 juta untuk membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR RI melalui mekanisme pengganti antarwaktu (PAW).

Dalam konstruksi hukumnya, KPK menjelaskan bahwa pada awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan Doni advokat mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.

"Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019," ungkap Lili.

Gugatan itu kemudian dikabulkan MA pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI