Suara.com - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri meringkus dua pelaku peretasan situs Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Keduanya adalah CA dan AY yang ditangkap di dua lokasi berbeda.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra menyebut, situs milik PN Jakarta Pusat diretas pada 19 Desember 2019.
Situs beralamat www.pn-jakartapusat.go.id menampilkan gambar siswa yang membawa bendera Merah Putih dan menutup wajahnya.
Asep menerangkan, motif kedua pelaku melakukan peretasan adalah bentuk solidaritas terhadap Luthfi yang ditangkap saat demo para pelajar dan mahasiswa yang menolak RUU KPK di gedung DPR RI, September 2019 lalu.
Baca Juga: Benci dengan Betrand Peto, Pelaku Retas Akun YouTube Ruben Onsu
Diketahui, kasus Luthfi sudah masuk persidangan di PN Jakpus dan dijerat tiga dakwaan. Terkait aksi solidaritas itu, CA mengajak AY untuk meretas situs PN Jakpus.
"Merasa simpati terhadap kasus Lutfi yang disidangkan di PN Jakpus. Tersangka AY meminta bantuan kepada tersangka CA karena tersangka AY tidak menemukan titik lemah pada situs PN Jakpus," kata Asep di gedung Divisi Humas Polri, Jakarta, Senin (13/1/2020).
Dari temuan tersebut, polisi bergerak dan melakukan perburuan terhadap keduanya. Polisi meringkus CA di kawasan Kebagusan pada 8 Januari 2020. Sementara, AY dicokok di Apartemen Green Pramuka, Jakarta Pusat pada 9 Januari 2020.
"Ada aspek kerugiaannya. Ini situs penting untuk masyarakat agar mengetahui perkembangan kasus. Tak hanya merubah tampilan depan tapi menghilangkan data-data," tutup Asep.
Dari penangkapan, polisi menyita laptop, ponsel, satu bundel log server website PN Jakarta Pusat.
Baca Juga: Luthfi Pembawa Bendera Merah Putih Bantah Retas Website PN Jakpus
Atas perbuatannya, keduanya dijerat Pasal 46 ayat (1), (2), dan (3), Jo Pasal 30 ayat (1), (2), dan (3), Pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 32 ayat (1), (2), dan Pasal 49 Jo Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik, dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.