Guru Besar UI Minta Pemerintah Konsisten Tak Akui Klaim China Soal Natuna

Minggu, 12 Januari 2020 | 12:46 WIB
Guru Besar UI Minta Pemerintah Konsisten Tak Akui Klaim China Soal Natuna
Guru Besar Universitas Indonesia bidang Hukum Internasional Profesor Hikmahanto Juwana. (Suara.com/Novian)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Guru Besar Universitas Indonesia bidang Hukum Internasional Profesor Hikmahanto Juwana meminta agar pemerintah Indonesia tetap konsisten dengan kebijakan untuk tidak mengakui klaim China tentang sembilan garis putus.

Sikap konsisten pemerintah untum tidak mengakui tersebut juga merupakan salah satu cara untuk mempertahan dan menunjukan keberadaan Indonesia di perairan dan zona ekonomi ekslusif (ZEE) yang berada di sekitar Natuna.
Juwana kemudian memperkirakan China bakal terus mencoba kembali bersileweran di ZEE dengan harapan bahwa pemerintah maupun masyarakat Indonesia lupa dan mengakui sembilan garis putus dengan sendirinya.

"Kita harus konsisten terus menjaga kebijakan tidak mengakui sembilan garis putus. Jadi itu harus terus karena apa kita akan dicoba dengan harapan kita lupa. Nah kita harus konsisten menjaga itu," kata Juwana dalam diskusi soal Natuna di Jakarta Pusat, Minggu (12/1/2020).

Selain harus tetap konsinten menjaga kebijakan tersebut, Juwana juga mengharapkan pemerimtah dan masyarakat dapat hadir secara fisik di perairan Natuna beserta di kawasan ZEE.

Baca Juga: Jokowi Ajak Jepang Investasi Perikanan di Natuna

Kehadiran secara fisik kata dia, bisa dilakukan dengan memperbanyak nelayan untuk memanfaatkan kekayaan laut, terutama di ZEE.

"Kita hadirkan nelayan nelayan kita di sana. Kita sekarang masalah banyak-banyakan nelayan yang ada di sana iya kan nelayan yang ada di sana. Tapi jangan lupa masalah konservasi perlindungan terhadap lingkungan laut yang ada di sana itu juga perlu diperhatikan," kata Juwana.

"Tapi kita dengan China dengan Vietnam dan sebagainya kita harus banyak-banyakan menghadirkan nelayan kita di sana," sambungnya.

Juwana berujar penguatan patroli dari coast guard Indonesia dibutuhkan guna menjaga para nelayan Indonesia sekaligus menindak kapal-kapal milik nelayan asing yang menangkap ikan secara ilegal di ZEE dan perairan Natuna.

"Harus melakukan patroli bukan dalam rangka militer. Patroli itu ada dua hal seperti juga yang dilakukan China, satu menangkapi nelayan-nelayan asing yang mencuri ikan, yang kedua melindungi nelayan-nelayan kita. Karena nelayan -nelayan kita yang dari Natuna itu mereka komplain kami ini diusir-usir sama coast guard China tapi kita gak punya backup yang backing kita," kata Juwana.

Baca Juga: Natuna Diklaim China, Sikap Prabowo hingga Luhut Dinilai Centang Perenang

Diketahui, Kawasan Natuna hingga saat ini menjadi perhatian publik menyusul adanya sejumlah kapal ikan China yang beroperasi secara ilegal di Laut Natuna yang dikawal aparat kapal-kapal Penjaga Pantai China.

Laut Natuna hingga 200 mil laut lepas pantai ke arah utara secara radial merupakan wilayah zone ekonomi eksklusif Indonesia yang diakui UNCLOS 1982 secara internasional dan ditabalkan melalui UU NOmor 5/1983 tentang ZEE Indonesia.

Setelah mengklaim sepihak hampir seluruh wilayah Laut Natuna Utara melalui Sembilan Garis Putus-putus yang tidak pernah diketahui koordinat persisnya, China menyatakan Laut Natuna masuk sebagai teritorial negaranya.

Klaim China yang bertabrakan dengan kepentingan empat negara ASEAN ini (Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, dan Vietnam) ini hanya didasarkan pada "fakta historis" menurut mereka bahwa Laut Natuna Utara adalah arena penangkapan ikan nenek moyang mereka sejak jaman dulu. Pada sisi lain, China selalu menghindari untuk menyelesaikan perselisihan perairan ini dengan ASEAN melainkan secara bilateral dengan keempat negara yang mengajukan klaim.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI