Suara.com - Sudah jatuh tertimpa tangga, peribahasa ini pas disandingkan dengan apa yang dialami oleh Chika (42) janda asal Medan, Sumatera Utara.
Saat ia meminta keadilan agar mantan suaminya, Yacub Welfrid Hulu dipenjara, Chika justru mengakui diminta membiayai penangkapan eks suaminya yang dilakukan oleh oknum jaksa Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Keterangan resmi yang diterima Suara.com dari Ombudsman Sumut, Sabtu (11/1/2020), awal petaka bagi Chika berawal pada 2007 saat ia dan Yacub memutuskan untuk bercerai.
Saat pengadilan telah memutus pernikahan mereka, hak asuh anak tunggal mereka, Riki Hulu (2) jatuh kepada Yacub.
Baca Juga: Pilotnya Tuduh Penumpang Hina Maskapai, Garuda Indonesia Minta Maaf
Tak terima putusan tersebut, Chika terus memperjuangkan hak asuh anak tunggalnya lantaran merasa mampu membiayai kebutuhan hidup anaknya itu.
Anak Direbut Paksa, Chika Dipukuli
Hingga pada 2008, Yacub mendatangi kediaman orang tua Chika dan membawa pergi anak semata wayangnya saat Chika tak berada di rumah.
Setelah melakukan pencarian beberapa lama, ia berhasil menemukan Yacub dan anaknya. Keduanya terlibat adu mulut hingga Yacub memukuli Chika.
Atas peristiwa itu, Chika melaporkannya ke kepolisian. Setelah melalui proses persidangan di Pengadilan Negeri Medan, Yacub dinyatakan bersalah dan dihukum 10 bulan penjara.
Baca Juga: Keluarga Beberkan Penyebab Kematian Korban Dugaan Klitih di Bantul
"Tapi selama proses persidangan Yacub tidak ditahan," kata Chika.
Yacub melakukan banding hingga berlanjut ke tingkat kasasi. Kasasi tersebut ditolak, Yacub dinyatakan bersalah dan harus menjalani hukuman 10 bulan. Namun Yacub melarikan diri ke Sanggau, Kalimantan Barat.
Keadilan Dibayar dengan Sembilan Tiket Pesawat
Pada Desember 2017, Chika menuntut keadilan meminta agar Yacub ditahan sesuai putusan Mahkamah Agung.
Oknum jaksa Kejaksaan Tinggi justru meminta agar Chika membiayai tiket perjalanan dari Medan menuju Sanggau sebanyak sembilan tiket.
"Waktu itu dia mengatakan jaksa bisa menangkap asal dibelikan sembilan tiket. Empat tiket untuk pergi, dan lima tiket untuk membawa Yacub serta akomodasi mereka. Saya rekam itu semua melalui HP," ungkapnya kepada Ombudsman RI perwakilan Sumut.
Chika mengurungkan niatnya lantaran ia tak memiliki uang yang cukup untuk membelikan 9 tiket. Ia tak menyanggupi permintaan oknum jaksa tersebut.
Penantian Panjang Dibayar Kabar Duka Anaknya
Chika mengumpulkan tabungannya sedikit demi sedikit untuk membeli tiket menuju Sanggau.
Ia berencana pergi seorang diri untuk menjemput buah hati tercinta yang tak bisa ia temui selama lebih dari 10 tahun.
Setibanya di Sanggau, Chika dihadapkan dengan kenyataan pahit. Anak semata wayangnya telah meninggal dunia sejak 31 Desember 2008 diduga akibat dianiaya oleh Yacub.
"Tetangga bilang anak itu sering dipukul. Mantan suami saya itu setelah bercerai (dengan saya) kemudian menikah lagi," tuturnya.
Janji Palsu Kejati Sumut
Di Sanggau, Chika berusaha mencari keberadaan Yacub namun tak berhasil. Ia kembali ke Medan dengan hati yang hancur.
Medio 2019, ia kembali mendatangi Kejati Sumut dan menemui Kasi Penkum Kejati Sumut Sumanggar Siagan.
Sumanggar memberikan angin surga bagi Chika menanyakan alamat jelas Yacub di Sanggau untuk melanjutkan proses hukum.
Namun janji hanyalah sebatas janji. Kekinian Sumanggar justru tak bisa dihubungi dan menghilang.
"Setelah ada alamat lengkap, Sumanggar tidak bisa dihubungi atau ditemui," ujar Chika.
Saat ini laporan Chika sedang diproses oleh Ombudsman RI perwakilan Sumut.
Kepala Ombudsman RI perwakilan Sumut Abyadi Siregar menegaskan, pihaknya masih meneliti kelengkapan syarat formal dan materil laporan. Ia memastikan menindaklanjuti laporan tersebut.
"Tentu laporan ini akan kami tindak lanjuti," tuturnya.