Suara.com - Terkuak adanya permainan kode dalam praktik suap-menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan terkait penetapan pergantian antar waktu (PAW) politisi PDIP Harun Masiku sebagai anggota DPR RI 2019-2024.
Kode "siap mainkan!" itu dibongkar KPK setelah resmi menetapkan status Wahyu dan Harun sebagai tersangka, Kamis (9/1/2020) malam.
Dalam kasus ini, KPK juga telah menetapkan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF) dan Saeful, pihak swasta.
"ATF (Agustiani Tio Fridelina) mengirimkan dokumen dan fatwa MA (Mahkamah Agung) yang didapat dari SAE, kepada WSE untuk membantu proses penetapan HAR dan WSE menyanggupi membantu dengan membalas 'Siap, mainkan!" kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menjelaskan soal kode suap tersebut.
Baca Juga: Komisioner KPU Tiba di KPK, Bersiap Saksikan Kepastian Hukum Wahyu Setiawan
Lili menyampaikan, kasus suap ini berawal setelah pengurus DPP PDIP memerintahkan Doni, selaku pengacar untuk mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara di MA pada awal Juli 2019.
"Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019," katanya.
Dia menyampaikan, gugatan itu akhirnya dikabulkan MA pada 19 Juli 2019.
"Penetapan MA ini kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan HAR sebagai pengganti caleg yang meninggal tersebut," kata dia.
Akan tetapi, KPU menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti almarhum Nazarudin Kiemas yang juga adik dari mendiang Taufik Kiemas. Penetapan itu dilaksanakan melalui rapat pleno yang digelar 31 Agustus.
Baca Juga: Pimpinan KPU Menuju KPK Gelar Konpers Bersama Umumkan Kasus Wahyu Setiawan
Dua pekan kemudian atau tanggal 13 September 2019, PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa MA dan pada 23 September mengirimkan surat berisi penetapan caleg.
"SAE menghubungi ATF dan melakukan lobi untuk mengabulkan HAR sebagai PAW," ujar Lili.
Untuk membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR RI PAW, Wahyu meminta dana operasional Rp 900 juta.
Dalam kasus ini, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Harun dan Saeful disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.