Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud mengaku tak mau ambil pusing dengan adanya anggapan bahwa pengiriman ratusan nelayan di Perairan Natuna cenderung berbahaya.
Hal disampaikan Mahfud menanggapi pernyataan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan terkait pengiriman nelayan ke Perairan Natuna setelah diklaim pemerintah China.
"Terserah saja," kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (9/1/2019).
Menurutnya, hal yang biasa jika ada yang mengganggap pro dan kontra terkait pengiriman ratusan nelayan ke Perairan Natuna untuk mencari ikan.
Baca Juga: Coast Guard China Bawa Senjata di Natuna, Kepala Bakamla: Kita Pakai Keris
"Ada yang anggap bahaya, ada yang menganggap bagus biasa saja," katanya
Sebelumnya, KIARA menyebut para nelayan yang dikirm ke Perairan Natuna rentan bahaya.
Mulanya juru bicara KIARA Susan Herawati mempertanyakan soal jaminan keamanan yang diberikan pemerintah kepada nelayan Pantura yang dikirim ke perairan Natuna.
"Nelayan tradisional memang harus kembali turun melaut, tapi permasalahannya, bagaimana dengan perlindungan negara?" kata Susan saat dihubungi Suara.com pada Selasa (7/1/2020).
Sebelumnya, Badan Keamanan Laut (Bakamla) menjamin kalau nelayan yang dikirimkan tersebut akan mendapatkan perlindungan dari aparat keamanan. Namun di sisi lain, Susan justru berpandangan kalau para nelayan tersebut rentan akan keamanannya.
Baca Juga: Panas soal Natuna, China: RI Bakal Mengingat Stabilitas Kawasan
"Rentan, karena mereka ditaruh di wilayah konflik (ibaratnya seperti itu) di tengah posisi Kemenko Maritim yang lembek di hadapan Tiongkok," ujarnya.
Kata Susan, jaminan keamanan tersebut juga harus diselaraskan dengan upaya konkrit, seperti mengerahkan Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal.
"Perlindungan harus dibarengi dengan upaya konkret, Satgas 115 dilebur PSDKP. Itu saja jadi simbol negara tidak punya political will untuk melindungi nelayannya," katanya.