SBY Minta Pemimpin Dunia Tidak Abstain dengan Konflik AS - Iran

Bangun Santoso Suara.Com
Rabu, 08 Januari 2020 | 09:08 WIB
SBY Minta Pemimpin Dunia Tidak Abstain dengan Konflik AS - Iran
Susilo Bambang Yudhoyono. [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Dia mengatakan selama 10 tahun memimpin Indonesia dirinya masih merasakan suasana dunia yang lebih baik. Kehangatan dan kedekatan di antara pemimpin dunia kala itu, menurut SBY, masih terasa.

Misalnya, dia menjelaskan, meskipun ada perbedaan kepentingan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok dan Rusia, namun para pemimpinnya masih membuka ruang untuk berdialog dan berkolaborasi untuk kepentingan bersama.

Demikan juga antara Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan. Juga antara Inggris, Perancis dan Jerman untuk urusan Eropa serta antara Tiongkok dengan negara-negara ASEAN menyangkut urusan Laut Tiongkok Selatan.

Termasuk antara Saudi Arabia, Iran, Qatar, Mesir dan negara-negara Islam di Timur Tengah dalam urusan kerjasama dunia Islam serta kemesraan antara Amerika Serikat dengan kedua tetangganya, Kanada dan Meksiko.

Baca Juga: Iran Tabuh Genderang Perang, Terbitkan UU Sebut Tentara AS sebagai Teroris

Kedekatan antar pemimpin dunia, kata SBY, juga tercermin dalam kebersamaan di berbagai forum. Misalnya PBB, G20, G8 (+), APEC, OKI, D8, ASEAN, EAS, GNB, ASEM, serta forum-forum kerjasama multilateral dan regional yang lain.

"Tentu saja minus perseteruan yang terjadi di antara negara-negara tertentu yang memang sudah berlangsung lama dan nyaris permanen. Misalnya, antara Iran dengan Israel, antara Amerika Serikat dengan Korea Utara, Iran dan juga Venezuela," kata dia.

Dalam pengamatan SBY, G20 kini tidak sekokoh dulu, sementara G8 sudah mati suri. Di tubuh OKI, menurut pandangannya, nampak ada jarak dan ketegangan internal yang meningkat.

"Bahkan, ASEAN pun tidak sekohesif dulu. Di internal Uni Eropa sering terjadi 'pertengkaran' yang antara lain ditandai dengan keluarnya Inggris dari organisasi itu," kata dia.

Dia menilai menguatnya kembali sentimen nasionalisme dan populisme turut menjadi penyebab. Berbagai organisasi kerjasama kawasan ikut melemah semangatnya untuk selalu berada dalam satu posisi, karena kemungkinan masing-masing negara harus mengutamakan kepentingan nasionalnya masing-masing.

Baca Juga: Panas AS - Iran, Indonesia Bersiap Evakuasi Ratusan WNI dari Iran dan Irak

Dia menekankan jika ada yang sangat mencemaskan dan sungguh ingin tahu apakah ketegangan yang begitu memuncak di Timur Tengah bakal menyulut terjadinya perang terbuka di kawasan itu, maka tiga faktor yang disebutkannya dapat dijadikan pisau analisis yakni miskalkulasi, pemimpin yang eratik dan nasionalisme yang ekstrim.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI