Dia mengetahui para pemimpin dunia sangat mencintai bangsa dan negaranya. Dirinya juga mengetahui bahwa para pemimpin tersebut patriot sejati bagi tanah airnya.
Namun, dia mengingatkan patriotisme dan nasionalisme yang positif tidak boleh menghalang-halangi para pemimpin itu jika hendak menyelesaikan masalah sedamai mungkin.
"Paling tidak bukan memilih perang sebagai satu-satunya cara. Saya yakin political and diplomatic resources masih tersedia. Saya yakin masih ada jalan untuk mencegah terjadinya peperangan besar," ujar SBY.
SBY mengaku memahami keadaan sangat tidak mudah bagi para pemimpin Iran dan Amerika Serikat. Sebab ada persoalan harga diri dan juga keadilan yang harus ditegakkan.
Baca Juga: Iran Tabuh Genderang Perang, Terbitkan UU Sebut Tentara AS sebagai Teroris
Akar permusuhan di antara kedua negara, kata dia, juga sangat dalam di mana Iran merasa sangat dipermalukan dengan tewasnya Jenderal Soleimani yang sangat dibanggakan dan dicintai. Namun, di sisi lain Amerika Serikat juga pernah merasa terhina ketika 52 orang warga negaranya disandera selama 444 hari di Kedutaan Besar mereka di Teheran tahun 1979-1981 silam.
"Sekali lagi, situasinya memang tidak mudah saat ini. Kita saksikan di layar televisi, emosi dan kemarahan rakyat Iran tinggi sekali," ujar dia.
SBY memandang para pemimpin Iran pasti berada di ombak dan arus besar yang menyeru dilakukannya pembalasan yang lebih keras terhadap Amerika Serikat. Namun, menurut dia, orang bijak menasehatkan kepada para pemimpin agar tidak mengambil keputusan yang gegabah tatkala hati dan pikiran mereka sedang diliputi oleh amarah yang memuncak.
Dia menekankan dewasa ini dunia berada dalam situasi yang jauh dari teduh. Banyak sikap dan pandangan yang serba ekstrim, paling tidak lebih ekstrim dibandingkan dengan situasi sepuluh-dua puluh tahun yang lalu.
Gelombang nasionalisme, populisme, rasisme dan radikalisme menurutnya makin menguat, demikian juga otoritarianisme.
Baca Juga: Panas AS - Iran, Indonesia Bersiap Evakuasi Ratusan WNI dari Iran dan Irak
"Saya kira bukan hanya Donald Trump yang mengangkat simbul-simbul nasionalisme 'America First' . Saya amati banyak pemimpin dunia seperti itu. Barangkali itu pula sikap pemimpin Iran. Demikian pula Tiongkok, Rusia, Inggris, Korea Utara dan banyak lagi yang lain. Barangkali, semua negara juga begitu," ujar dia.