Suara.com - Reynhard Sinaga disebut sebagai predator seks terbesar di Inggris setelah terbukti memerkosa 195 pria. Khalayak seketika menyoroti sosok warga negara Indonesia itu yang tega melakukan tindakan keji secara massal selama dua tahun terakhir.
Kendati begitu, seiring dengan terungkapnya kasus tersebut, muncul banyak pertanyaan dari sejumlah pihak. Terutama mengenai alasan mengapa kasus tersebut baru terkuak saat sidang putusan, padahal Reynhard diamankan pihak kepolisian sejak 2 Juni 2017.
Dialihbahasakan dari Manchester Evening News, Senin (7/1/2019), Reynhard tercatat menjalani sidang selama empat kali sebelum sampai dengan putusan. Persidangan tersebut terkesan dilakukan secara rahasia, tidak terekspos media.
Hal ini tak luput dari keputusan pihak penyelidik yang mempertimbangkan beberapa alasan. Salah satunya, ingin memastikan sidang berjalan dengan adil, karena publik belum mengetahui bukti atau vonis sebelumnya.
Baca Juga: Dibujuk Uang Seribu Rupiah, Kakek Jaka Perkosa Gadis Keterbelakangan Mental
Selain itu, para detektif memprediksi korban perkosaan Reynhard lebih dari 195 orang. Mereka mengklaim, dengan mengekspos persidangan Reynhard lewat media justru memicu kegaduhan.
Media ditakutkan akan menghalangi pengakuan korban atau sanksi atas kasus Reynhard sehingga menghalangi hasil putusan.
Penyidik juga mengatakan, keputusan untuk merahasiakan sidang pengadilan Reynhard bertujuan untuk melindungi korban.
Sementara itu, pihak kejaksaan setempat masih mengesampingkan tuntutan baru, bila terbukti muncul korban baru. Kasus ini, dinilai lebih sulit diselesaikan tanpa pembatasan waktu pelaporan bagi korban.
"Apakah kita bisa memastikan proses persidangan yang adil, aku tidak tahu," ungkap Wakil Jaksa Penuntut Umum, Ian Rushton.
Ia menambahkan, "Saya pikir, akan terjadi proses yang berlangsung lama dan tidak mudah dijelaskan di pengadilan".
Baca Juga: Musim Hujan, Ancol Antisipasi Banjir dengan Lakukan Ini
Senada dengan hal itu, Detektif Zed Ali yang memimpin penyelidikan kasus Reyhard mengatakan, pemberian batasan waktu bagi pelapor menciptakan kondisi yang aman.